Lagi-lagi jawaban yang diberikan peserta giveaway "A untuk Amanda" melebihi ekspektasi saya. Dari 36 peserta yang ikut, akhirnya saya memilih satu pemenang (padahal saya kepinginnya ada enam pemenang). Saya memilih jawaban dari pemenang ini karena ringkas, padat, dan jelas.
Jadi, selamat untuk...
Hana Bilqisthi (@hanabilqisthi)
Hal yang membuatku tertekan selama kuliah/sekolah:
Saat banyak masalah terjadi secara bersamaan: aku mengalami masalah akademis (mendapat nilai buruk di mata pelajaran favoritku), organisasi (target tidak tercapai, aku harus bolos kuliah), masalah pertemananan (aku tidak percaya bahwa aku memiliki teman yang benar-benar menyukaiku; aku menganggap kepintaran adalah satu-satunya alasan teman-ku mau berteman denganku; tidak menemukan yang memiliki value yang sama denganku), masalah cinta (lelaki yang kusukai tidak menyukaiku), dan masalah di rumah (ayah dan ibuku bertengkar dan ingin bercerai).
Terutama ketika rasa putus asa datang sehingga aku berpikir jikapun aku pergi (meninggal), takkan ada perubahan signifikan. Akan ada banyak siswa atau mahasiswa lain yang menggantikan posisiku sehingga membuatku berniat mengakhiri hidup.
Jawaban Hana buat saya sih jujur banget. Tapi jangan sampai berniat mengakhiri hidup ya. Dunia ini terlalu indah buat kamu tinggalkan... Jadi, selamat untuk Hana karena mendapatkan satu eksemplar novel "A untuk Amanda". Jangan lupa kirim e-mail berisi nama lengkap, nomor ponsel, dan alamat lengkap (beserta kode pos) ke tsaki(dot)daruchi(at)gmail(dot)com ya!
Tadi pagi, saya melakukan aktivitas lari pagi bareng teman-teman JakBRunners seperti biasa. Tapi kali ini cukup berbeda karena komunitas kami mencoba produk Climachill Adidas terbaru. Selain JakBRunners, juga ada Running Rage, Rock Run Fun, dan Galaxy Running Club yang turut mencoba produk ini. JakBRunners pun berlari santai bareng Running Rage dengan jarak lima kilometer (kalau di sportwatch sih 5.65 kilometer)!
![]() | |
JakBRunners X Running Rage |
Karena cuaca Jakarta yang belakangan terik, saya pikir cocok untuk mengetes apakah jersey ini benar-benar bisa memberikan efek instant cooling yang menjadi andalan apparel Climachill ini.
Keluarga yang menawan dan disegani.
Pulau pribadi.
Gadis cerdas yang risau; pemuda politis yang penuh semangat.
Empat sahabat—Para Pembohong—dengan pertemanan
yang kemudian menjadi destruktif.
Kecelakaan. Rahasia.
Kebohongan demi kebohongan.
Cinta sejati.
Kebenaran.
Para Pembohong merupakan novel suspense modern
Dan jika ada yang bertanya bagaimana akhir cerita ini,
karya E. Lockhart, finalis National Book Award dan
penerima Printz Award.
Bacalah.
JANGAN BERITAHUKAN.
We Were Liars (Para Pembohong), E. Lockhart
Gramedia Pustaka Utama, 296 halaman
Cetakan I, April 2016
* * * *
Sebenarnya saya sudah membaca versi bahasa Inggrisnya, tapi kepincut dengan kover terjemahan yang jauh lebih bagus! Benar, kan? Kover terjemahannya ini memikat banget. Salut buat ilustratornya!
Maka dari itu, saya akhirnya dihadiahi novel ini. Dan saya dengan senang hati membaca ulang. Sama sekali nggak menyesal kok karena terjemahannya bagus!
Apa yang saya suka dari novel ini? Jawabannya adalah gaya bercerita Emily Lockhart. Dengan sudut pandang orang pertama dari Cadence Sinclair, semua dituturkan dengan gaya yang unik. Sesekali disisipkan kata-kata puitis yang membuat novel ini kelam alih-alih berbunga. Cerita ini memfokuskan pada empat remaja yang selalu bermain yang disebut sebagai The Liars (Para Pembohong). Tanpa harus pusing memikirkan hal-hal lain. Tanpa harus pusing memikirkan dunia orang dewasa yang pelik.
Novel young adult yang cukup berbeda. Saya suka bagaimana Emily Lockhart mengeksekusinya. Musim panas yang dia lalui bersama Para Pembohong. Tapi yang jelas, saat membaca novel ini, harus bersabar karena pace cerita yang cukup lambat. Menjelang akhir, barulah ada letupan-letupan yang memang sudah saya nanti-nantikan. Me likey!
Untuk para tokoh di novel We Were Liars, sebenarnya saya tetap menyukai Cadence. Entahlah. Ada sesuatu yang misterius yang berkelindan di otaknya, yang kerap membuat pemikirannya terlalu suram untuk remaja. Dan entah kenapa saya nggak suka karakter Gat. Gat-nya Cadence.
Terakhir, saya bocorkan saja, novel ini bercerita mengenai keluarga sosialita yang sarat tabir dan polemik.
Saya benar-benar nggak menyangka yang ikut kuis bisa mencapai 41 orang. Benar-benar melebihi ekspektasi saya! Terlebih lagi, banyak banget yang komentarnya mengenai perenungan menjadi favorit saya. Dan yang teratas, ada enam orang. Lalu karena saya cuma punya dua paket novel, maka harus ada dua saja... Saat memilih lagi, akhirnya memutuskan dua orang ini yang paling membuat saya ikut berpikir ulang akan tahun-tahun yang sudah saya lewati.
Pemenang Paket Buku I
(Cinta Akhir Pekan, Pojok Lavender, dan Just The Three of Us)
Hana Fathimah (@hanafathimah)
"Apa yang selalu kurenungkan saat bertambah usia?"
Sejujurnya, bakal lebih mudah menjawabu pertanyaan berupa, "Apa yang selalu kamu sesali?" atau "Apa yang selalu kamu takuti?'
Karena bagiku, merenungkan bertambahnya usia membawaku pada ketakutan dan penyesalan.
Aku merenungkan apa yang telah kulakukan, apa yang telah orang-orang lakukan padaku, apa yang terjadi selama bertahun-tahun lalu. Man, I was so happy. Aku masih ingat pernah mendapat kado waktu SD atau waktu aku mentraktir teman-temanku waktu SMA. Those were happy moments for me and my friends. Lalu aku merenungkan kenapa happy times itu rasa-rasanya kian kemari kian menurun?
Apa yang salah? Apa yang sudah dan belum kulakukan?
Merenungkan soal apa yang kulakukan.. Ah, lagi-lagi itu bukan renungan yang menyenangkan. Aku harus jujur pada diriku sendiri bahwa banyak yang belum kulakukan, banyak yang seharusnya tidak kulakukan tapi kulakukan. Berapa kali aku mengecewakan orang lain dan diriku sendiri. Beberapa kali target-target yang ditulis dan ditempel di dinding kamar itu terlupa begitu saja.
See? Merenungkan usia yang sudah berlalu sangat membuatku... menyesal.
Dan itu tidak berhenti di situ. Aku juga akan dipaksa merenungkan masa datang. Seketika aku dihinggapi ketakutan. Mulai dari ketakutan-ketakutan kecil semacam, "Bagaimana kalau keponakanku, fans-ku satu-satunya, mulai sadar bahwa tante kebanggaannya ini ternyata tak sekeren yang ia kira?", "Bagaimana kalau aku harus meninggalkan dunia ini tanpa pernah benar-benar membuat orang lain bangga?", "Bagaimana kalau selamanya aku akan terus mengecewakan orangtuaku?", dan masih banyak bagaimana yang lain.
Tak ada habisnya.
Aku tentu harus tetap menyingsingkan lengan baju dan menghadapi apa pun yang bakal datang padaku nanti. Dan biarlah renungan-renungan itu, meski semuanya terkesan negatif, menjadi panduanku untuk tidak kembali salah mengambil langkah.
Karena dari yang aku tahu, tak jarang badai hidup itu datang begitu saja memorak-porandakan rencana hidup bahagia yang kau damba.
Pemenang Paket Buku II
(Persona, Circa, dan Early)
Eni Lestari (@dust_pain)
"Apa yang selalu kamu renungkan saat bertambah usia?"
Yang kurenungkan adalah… apa aku sudah bahagia? Apa yang sudah kuperbuat selama setahun belakangan? Apa aku terlalu keras pada diri sendiri?
Ya, itu yang kurenungkan tiap bertambah usia. Kadang karena situasi, kebahagiaan yang kurasakan itu sekadar pura-pura semata, hanya agar orang lain nggak merasa cemas denganku. Semacam kebahagiaan semu, biar terlihat “sama” seperti orang lain. Nah, aku nggak mau seperti itu. Aku pengin kebahagiaan yang kurasakan bener-bener bahagia yang tulus dari dalam hati.
Aku juga mengevaluasi apa saja yang kulakukan selama setahun belakangan. Apa sudah sesuai ekspetasi, ada penurunan atau peningkatan? Bertambah usia berarti umurku makin pendek. Karena itu, aku harus memotivasi diri sendiri untuk maju ke depan. Nggak ada yang tahu sampai kapan aku hidup, jadi aku nggak mau menyesal sebelum melakukan hal-hal yang kusukai.
Terlalu keras pada diri sendiri. Yah, mungkin karena aku punya trauma yang nggak bisa kuceritakan di sini, ada beberapa hal yang sukar kuterima. Kadang aku memaksa diri sendiri untuk menerimanya, yang hasilnya membuatku nggak nyaman dan merasa seperti tercekik. Padahal bukan begitu caranya. Seharusnya aku berdamai dengan traumaku itu. Dan syukurlah, aku sudah cukup dewasa untuk bisa mengatasinya. Itu tahun-tahun yang sulit bagiku, tapi sekarang nggak lagi. Saat aku berulang tahun, aku bisa ngomong sama diri sendiri kalau aku sudah seutuhnya menjadi manusia, tanpa perlu merasa rendah dengan orang lain.
Selamat untuk yang beruntung. Dan yang belum beruntung, masih bisa ikutan giveaway novel "A untuk Amanda". Untuk dua pemenang, harap kirimkan e-mail berisi nama lengkap, alamat lengkap (dengan kode pos), juga nomor ponsel ke tsaki.daruchi@gmail.com! :)
Amanda punya satu masalah kecil: dia yakin bahwa dia tidak sepandai kesan yang ditampilkannya. Rapor yang semua berisi nilai A, dia yakini karena keberuntungan berpihak padanya. Tampaknya para guru hanya menanyakan pertanyaan yang kebetulan dia tahu jawabannya.
Namun tentunya, tidak mungkin ada orang yang bisa beruntung setiap saat, kan?
Setelah dipikir-pikir, sepertinya itu bukan masalah kecil. Apalagi mengingat hidupnya diisi dengan serangkaian perjanjian psikoterapi. Ketika pulang dengan resep antidepresan, Amanda tahu masalahnya lebih pelik daripada yang siap diakuinya.
Di tengah kerumitan dengan pacar, keluarga, dan sekolahnya, Amanda harus menerima bahwa dia tidak bisa mendapatkan nilai A untuk segalanya.
A untuk Amanda, Annisa Ihsani
Gramedia Pustaka Utama, 264 halaman
ISBN 9786020326313
Cetakan Pertama, Maret 2016
* * *
Saat editor novel ini menanyakan saya untuk menjadi salah satu host blog tour novel A untuk Amanda, saya tak perlu berpikir panjang lagi... Saya langsung mengiakan karena memang sudah tergoda dengan tulisan Annisa Ihsani sejak novel debutnya, Teka Teki Terakhir.
Dari judul dan sinopsis di kover belakang, tentu bisa menyimpulkan premis novel ini. Tentang Amanda yang tidak memercayai kesempurnaan akan nilai yang selalu dia dapatkan. Ya, berawal dari
ketidakpercayaan cewek itu akan kemampuannya sendiri, dia mulai berasumsi bahwa ada yang salah di otaknya. Karakter Amanda yang begitu remaja begitu kuat. Amanda cewek cerdas, tentu. Dan rasa waswas yang ada di benaknya itu pernah saya alami saat kuliah: "Hmm... kayaknya ini kebetulan deh dapet IP segini. Oh... kayaknya dosen A memang lagi bermurah hati kasih nilai." Dengan pendapatdan pikiran-pikiran tersebut, saya merasa diri saya penipu. Sindrom merasa dirinya penipu itu... sering kali saya rasakan saat kuliah. Jadi, saat tahu Amanda berpikir seperti itu, saya berpikir, "Oh, bukan cuma saya yang pernah merasa seperti penipu dengan IP yang cukup baik, padahal sebenarnya otak saya dangkal. Atau karena kebetulan saya bisa menjawab esai saat UTS atau UAS karena skill mengarang bebas, padahal analisis yang saya berikan sangat shallow."
ketidakpercayaan cewek itu akan kemampuannya sendiri, dia mulai berasumsi bahwa ada yang salah di otaknya. Karakter Amanda yang begitu remaja begitu kuat. Amanda cewek cerdas, tentu. Dan rasa waswas yang ada di benaknya itu pernah saya alami saat kuliah: "Hmm... kayaknya ini kebetulan deh dapet IP segini. Oh... kayaknya dosen A memang lagi bermurah hati kasih nilai." Dengan pendapatdan pikiran-pikiran tersebut, saya merasa diri saya penipu. Sindrom merasa dirinya penipu itu... sering kali saya rasakan saat kuliah. Jadi, saat tahu Amanda berpikir seperti itu, saya berpikir, "Oh, bukan cuma saya yang pernah merasa seperti penipu dengan IP yang cukup baik, padahal sebenarnya otak saya dangkal. Atau karena kebetulan saya bisa menjawab esai saat UTS atau UAS karena skill mengarang bebas, padahal analisis yang saya berikan sangat shallow."
Yah, A untuk Amanda membawa saya kembali pada saat-saat kuliah. Ketakutan yang berkelindan di otak Amanda, pernah juga saya rasakan meski tidak separah Amanda. Dan lagi-lagi, saya tidak seberani Amanda. Makanya, saya salut dengan penulis yang mengambil tema ini di novelnya. Bukan hanya itu, ada beberapa konten yang cukup buat saya terkejut seperti agnostik dan feminisme. Untuk sedikit menyerempet ke hal-hal seperti itu, untuk novel remaja lokal, saya cukup mengapresiasinya. Remaja memang rentan, tapi sekali lagi, novel ini berlogo "Young Adult" yang mana seharusnya pangsa yang lebih "dewasa". Jadi, sungguh langkah berani. Hal ini mengingatkan saya pada novel-novel dewasa muda terjemahan yang berbobot.
Yang cukup menarik dan masih dipertahankan oleh Annisa Ihsani adalah gaya bahasa terjemahan yang digunakan. Saya cukup kerasan dengan gaya menulis seperti ini, meski agak kaku di beberapa bagian. Dan hal ini berhubungan dengan latar novel A untuk Amanda. Sebenarnya saya sendiri bingung meletakkannya sebagai kelebihan atau kekurangan. Beberapa peresensi juga sudah membahasnya. Awalnya saya kira latar tempat ini agak blurry. Nama-nama tokoh mengesankan ini novel lokal dengan nama-nama Amanda, Arief (yang saya ambil dari Burger Arief). Awal semester dimulai pada bulan September (pernah dibahas juga di resensi lain) yang menandakan kurikulum berbeda dengan Indonesia. Awalnya saya agak kagok, tapi lama-kelamaan nyaman juga. Katakanlah latar tempatnya benar-benar kota antah-berantah.
Dan, entah kenapa, saya merasa karakter Amanda semacam horcrux dari Mbak Annisa Ihsani. Jelas-jelas cerdas dari gaya menulisnya!
Secara keseluruhan, saya suka banget dengan novel ini! Setidaknya membuktikan bahwa novel remaja bisa berbobot, bukan sekadar bacaan luang dengan problematika cinta saja. Jadi, empat bintang penuh untuk Amanda. Omong-omong, saya suka karakter Helen/a!
* * *
GIVEAWAY
A UNTUK AMANDA
Satu buku A untuk Amanda bisa didapatkan pada giveaway kali ini. Caranya:
- Ikuti blog "Ulasan Novel Tsaki" lewat Google Friend Connect (GFC).
- Ikuti akun Twitter @TsakiDaruchi dan Twitter penulisnya, @nisaihsani.
- Bagikan tautan giveaway ini dengan akun media sosialmu dengan mention akun di atas beserta tagar #auntukamanda.
- Di dalam lingkungan sekolah atau kuliah, apa yang sering kali membuat kalian tertekan? Terangkan pada kolom komentar. Sertakan akun Twitter dan tautan share tweet kamu.
- Giveaway ini berakhir pada 17 April 2016.
- Pengumuman pemenang pada 18 April 2016.
Semoga beruntung!
Halo!
Cinta Akhir Pekan - Dadan Erlangga
Persona - Fakhrisina Amalia
Dalam rangka mau tambah tua, saya mengadakan giveaway secara cuma-cuma lho! Hadiah giveaway berupa dua paket novel untuk dua pemenang!
Paket novel 1:
Cinta Akhir Pekan - Dadan Erlangga
Pojok Lavender - Primadonna Angela
Just Three of Us - Larasati Torres-Sanz
Paket novel 2:
Persona - Fakhrisina Amalia
Circa - Sitta Karina
Early - Syafrina Siregar
Caranya? Gampang banget! Ikuti langkah-langkah di bawah ini:
- Ikuti blog Ulasan Novel Tsaki (www.ulasantsaki.blogspot.com) dan Ruang Fiksi Tsaki (www.tsakidaruchi.blogspot.com) lewat Google Friend Connect (GFC).
- Ikuti akun Twitter @TsakiDaruchi.
- Bagikan tautan giveaway ini dengan akun Twittermu dengan mention akun tersebut dan link giveaway ini.
- Jawab di kolom komentar postingan ini: "Apa yang selalu kamu renungkan saat bertambah usia?"
- Giveaway ini berakhir pada 13 April 2016.
- Pengumuman pemenang pada 14 April 2016.
- Pemenang tidak dapat menentukan paket mana yang akan diberikan.
Good luck!