[7] Just One Day by Gayle Forman





Seumur hidup, Allyson Healey anak baik-baik. Lalu pada hari terakhir tur ke Eropa, ia bertemu Willem. Cowok Belanda itu aktor drama berjiwa bebas, sama sekali tidak seperti Allyson. Namun, ketika Willem mengajaknya meninggalkan rombongan dan ikut ke Paris, Allyson setuju. Keputusan spontan yang tidak sesuai dengan sifat Allyson ini membuatnya mengalami hari yang penuh risiko dan romantis, kebebasan, dan kemesraan: 24 jam yang mengubah hidupnya.

“Menawarkan misteri, drama, dan kisah cinta tak berbalas, novel ini akan membuat pembaca tidak sabar menunggu kelanjutannya.”
— Publishers Weekly, starred review


Just One Day, Gayle Forman
Gramedia Pustaka Utama


***


Sudah lama aku menanti-nantikan novel Gayle Forman setelah jatuh cinta dengan novel If I Stay dan Where She Went. Apalagi, aku begitu nggak sabar saat tahu GPU akan segera menerjemahkannya. Aku sudah masukkan ke dalam wishlist agar segera membelinya. Dan beberapa hari sebelum Idulfitri, akhirnya aku beli juga. Apalagi tahu bahwa penerjemah dari novel ini adalah Mbak Poppy. Hmmm... bakalan menjadi santapan baca yang menyenangkan, bukan?

Lalu, bagaimana isi novel ini?

Novel ini menceritakan tentang Allyson, gadis baik-baik dan generally normal (tipikal mayoritas seorang gadis kebanyakan) yang sedang ikut tur bersama Melanie, sahabatnya, ke Eropa. Lalu pada malam hari, saat di Stratford-upon-Avon, Inggris, tatkala ingin menonton pertunjukan Shakespeare, Allyson dan Melanie menonton pertunjukan jalanan Shakespeare, yang herannya membuat mereka antusias. Dan di sana, Allyson bertemu Willem yang memerankan peran pembantu dalam drama jalanan tersebut.

Just One Day. Satu Hari Saja. 

Memang, satu hari pertemuan dengan Willem membuat jungkir balik perasaan Allyson, dan mungkin juga Willem. Di mana seharusnya Allyson kembali bersama Melanie, Allyson akhirnya justru pergi bersama Willem yang jelas-jelas baru saja ditemuinya ke Paris. Willem membuat Allyson benar-benar merasa "hidup", dan Allyson bak menjelma Lulu saat bersama pemuda itu.

Dua puluh empat jam pertemuannya dengan Willem membuat hidup Allyson berubah. Apalagi akhir pertemuannya dengan Willem sangat nggak mengenakkan. Setelah one night stand di tempat seniman di Paris, Willem pergi. Membawa arloji mahal milik Allyson, yang membuat perempuan itu berpikir bahwa Willem telah menipunya. 

Setelah itu, hidup Allyson benar-benar celaka. Maksudnya, hidup Allyson benar-benar dibayang-bayangi oleh sosok Willem. Dalam hati, dia masih bertanya-tanya soal Willem... Meski, yah, logikanya mengatakan bahwa Willem adalah penipu ulung, dan tentu saja player. Bagaimana selanjutnya? 

Allyson "memberontak" pada orangtuanya. Dia rasa "kecelakaan" yang diajarkan Willem ada benarnya juga. Dia nggak ingin sekolah pra-kedokteran. Dia akhirnya mengambil kelas Shakespeare, yang mana menuntunnya untuk yakin mencari Willem lagi. Bagaimana kelanjutannya? Silakan baca sendiri! Pokoknya bakal terhanyut dengan cerita yang disuguhkan oleh Gayle Forman. Apalagi diterjemahkan dengan apik oleh Mbak Poppy...

Lalu, bagaimana kekurangan novel ini? Sebenarnya aku hanya menyayangkan pace cerita yang begitu pelan. Namun, herannya semuanya mengalir begitu saja. Hanya itu. Banyak bagian dari novel ini yang terasa datar.

Kelebihan novel ini? Cukup banyak. Pertama, gaya bertutur yang baik. Deskripsi tempat yang juga apik, ditambah penerjemahan yang dilakukan juga sangat masuk ke bahasa Indonesia. Perubahan gejolak emosi Allyson juga terasa bagi saya pribadi yang laki-laki.

Kelebihan lainnya adalah sisipan karya-karya Shakespeare, yang sebenarnya begitu asing bagi saya sehingga menambah insight baru. Lalu filosofi soal kecelakaan dan noda juga dapat saya terima dengan baik.

Oh iya, rasanya saya makin yakin jika sekuel novel ini akan berpindah ke Willem. Yup, saya berasumsi demikian karena dwilogi If I Stay begitu.

Dan... berapa rating yang saya berikan untuk novel ini? Sejujurnya sulit. Antara suka, dan suka sekali. Maka saya berikan 3.5 bintang. Dibulatkan menjadi empat bintang. 

Nggak sabar membaca terjemahan Just One Year.

    Post a Comment

    4 Comments

    Alvi Syahrin said…
    Berarti ini POV 1 satu dari Allyson ya?
    Kalau dari ide cerita, sepertinya lebih menarik If I Stay. Tapi, berhubung belum baca semua karya Gayle Forman, kayaknya ini worth a shot.

    Btw, antara Lavendel dan Lavender, yang betul, setahuku, memang Lavendel. Begitu yang ada di kbbi daring (jilid III, sih, tapinya).
    Iya kok, menyenangkan bacanya. Dan, benar, memang POV 1 dari Allyson.
    Wah, Lavendel yang benar ya? Saya perbaiki deh riviunya ^^
    Makasih, Alvin.
    Unknown said…
    iya, Just One Year itu ditulis dari sudut pandang Willem. baru lihat blog Utha yang satu ini. nice review. ^^
    Wohohoho, makasih Aul. Tadinyablog ini buat ikutan grup BBI... Tapi nggak sempet-sempet didaftarin -_-"