Lagu dan Melankolia

Aku tenggelam dalam lagu yang kudengar lewat earphone ponsel, mengantarkanku pada hal indah nan kejam bernama melankolia. Kenapa bisa ada lagu yang terasa begitu nyata, seolah menceritakan kehidupanmu secara utuh tanpa celah? Bukankah itu berarti ada orang lain yang juga pernah berada di posisiku seperti sekarang? Maksudku, pencipta lagu itu. Bukankah itu artinya dia pernah merasakan hal serupa denganku, bahkan sebelumku? Atau teman dari pencipta lagu itu yang pernah berada di posisiku, yang mana ceritanya lah yang dituangkan dalam lagu?

Aku menggeleng-geleng gusar, merasa otakku makin melantur. Kuambil gelas di nakas, lalu kuteguk air mineral cepat-cepat. 

Aneh.

Hanya karena sebuah lagu, perasaanku berkecamuk. Atau memang, sebenarnya perasaan manusia yang gampang dibolak-balikkan oleh Tuhan lewat sebuah lagu? Aku tak pernah mengerti. Hanya saja, satu yang pasti perasaan manusia itu kompleks.

Aku pun memutuskan untuk mematikan lagu. Setelah melepas earphone, bodohnya aku masih merasa diterkam melonkia menyebalkan itu. Aftertaste dari lagu itu benar-benar membekas, seakan aku baru saja membaca sebuah novel yang mana tokoh utamanya adalah aku. 

Kenangan itu menari-nari, mencabik-cabik perasaanku, sehingga dadaku terasa sesak. Ini konyol.

Aku meraih ponsel dan justru melihat kontak WhatsApp, lalu melihat foto profil sosok itu. Sosok yang selalu ada dalam melankolia sialan itu. Seharusnya, aku menuntaskan kisahku dengannya dengan cepat. Namun, aku justru menatap foto itu lekat-lekat, dan melankolia menyebalkan itu memaksa memori tentangnya hadir. Memori-memori menyenangkan yang kulalui bersamanya. Kenangan-kenangan menggelikan saat kami saling bertengkar atau aku yang lebih sering kesal padanya.

Bodoh bodoh bodoh!

Kenapa aku tidak bisa mengontrol perasaanku saat seperti ini? 

Post a Comment

0 Comments