[11] Haru no Sora by Laili Muttaminah




“Aku berharap musim dingin dapat membekukan rasa sakitku,” ujarku lirih.

“Begitu?” tanya laki-laki itu, asap putih yang hangat keluar dari mulutnya. “Kau pikir, ketika rasa sakit itu membeku, kau tidak akan merasakan sakit lagi?”

“Mungkin begitu.”

“Kurasa kau tidak akan bisa membekukan rasa sakitmu.”

“Kenapa?”

“Karena rasa sakitmu akan mencair ketika musim semi tiba.”

Tiap tahun, Miyazaki Sora selalu menantikan kedatangan musim dingin. Titik-titik putih yang jatuh dari langit berarti tiba waktunya untuk bermain di halaman bersama sang ayah, sementara si ibu akan menyiapkan hidangan lezat di meja makan. Di balik gunungan salju yang menumpuk di halaman, Sora menemukan kehangatan kasih sayang kedua orangtuanya. Namun itu dulu. Sebelum suatu rahasia yang terbongkar di musim dingin tiga tahun lalu merenggut nyawa ibunya. Sebelum judi dan alkohol menjerat perhatian ayahnya. Sebelum Sora memilih melanjutkan hidupnya dengan menapaki jalan yang salah.

Haru no Sora, Laili Muttamimah
Ice Cube Publishers

***

Kisah tentang Sora yang harus menanggung kehidupan keluarganya—kehidupan dirinya sendiri dan ayahnya—dengan menjadi wanita penghibur. Sora masih duduk di bangku SMA, tapi beban di pundaknya nggak seringan teman-temannya yang hanya terpaku dengan ujian dan roman. Dia harus tetap bekerja, tanpa ada yang tahu pekerjaannya.

Sora memiliki dua sahabat yang selalu ada di sisinya. Tapi, bukan berarti dua sahabatnya itu tahu bagaimana Sora ketika lagi nggak berada di sekolah. Mereka hanya tahu Sora adalah gadis tujuh belas tahun yang cantik yang gemar mengganggu Ai—teman sekelasnya yang gemuk.

Sampai akhirnya Sora bertemu dengan Haru, dan membuatnya sadar bahwa hidupnya berharga. Dan bahwa sebenarnya ia adalah remaja SMA yang bisa jatuh cinta.

Sora, sebagaimanapun membenci ayahnya, ia hanya kesepian. Mungkin bisa saja Sora meninggalkan ayahnya yang hanya mabuk-mabukan dan membawa perempuan ke rumahnya… tapi Sora selalu berharap bahwa sosok ayahnya akan kembali seperti dulu yang selalu disayanginya.

Pertama kalinya membaca novel Laili Muttamimah, dan aku suka dengan gayanya bercerita. Meskipun demikian, aku selalu tahu arah twist dari cerita ini… mungkin karena aku bercita-cita menjadi cenayang—pret. Aku juga sebenarnya skeptis dengan novel penulis lokal yang mengambil setting Jepang. Well, untung jalan cerita dan gaya menulisnya menarik.

Karakter yang ada di novel Haru no Sora ini kuat dan masing-masing memiliki peran dalam pergerakan cerita, nggak mubazir. Omong-omong, saya paling suka karakter Ai—jadi ingat novel The Princess in Me karya Donna Rosamayna yang kubaca bertahun-tahun yang lalu deh!

Ceritanya juga fleksibel, lincah, dan asyik diikuti. Meski terus terang, aku banyak skip saat Haru dan Sora kencan. Aku suka dengan konflik yang disajikan dalam novel ini. Banyak pula pesan moralnya—bukan sekadar novel remaja cinta-cintaan yang FTV-ish!

Untuk setting, nggaj perlu dijelaskan terlalu detail karena aku nggak terlalu paham dengan Jepang. Namun, aku bisa memvisualisasikannya dengan baik lewat tulisan Laili. Good job.

Untuk teknisnya sendiri, sebenarnya aku—lagi-lagi—menyayangkan kovernya yang begitu pucat (yang ada di blog ini versi pink mentereng, anyway). Padahal ini cerita baik, kenapa harus dengan sampul buku yang nggak menarik seperti itu? Soal typo, saya rasanya kurang yakin menyebutnya typo, karena gaya penggunaan angka—aku pernah membahasnya di novel Remedy—oleh Ice Cube Publisher. Aku juga menemukan saputangan ditulis terpisah: “sapu tangan”. Dan yang paling cukup mengganggu sebenarnya adalah kata “kali lain”, “kali kedua”, “kali pertama”, dan seterusnya. Oh, itu kali yang keberapa? Kali yang mana? Kali Ciliwung? (Oke, aku mulai meracau.)

Secara keseluruhan, aku menyukai novel ini.  Saya rasa novel ini berada "di atas" Remedy, kalau boleh jujur. Oh iya, Haru no Sora ternyata juga judul sebuah manga dan anime.


3.5 bintang—antara I liked it dan very liked it!

Post a Comment

1 Comments