[20] The Lunch Gossip by Tria Barmawi






Mereka mencari bitch... dan menemukannya dalam diri mereka masing-masing.

Xylana, Kynthia, Keisha, Vinka, dan Arimbi. Si jutek yang perfeksionis, si cantik yang lembut hati, si serampangan berlidah tajam, si ibu peri yang ramah dan ceria, dan si mungil yang rapuh. Lima orang dengan karakter berbeda terdampar di kantor yang sama. Dari makan siang bersama, mereka menjadi sahabat sejati. Ada yang menyukai mereka, ada yang membenci mereka. Satu demi satu mereka ditimpa masalah besar. Apakah ini perbuatan Kasih Kinanti, si superbitch, musuh besar mereka bersama? Atau apakah ada orang lain yang sebenarnya jadi serigala berbulu domba, musuh mereka yang sebenarnya?

The Lunch Gossip, Tria Barmawi
Gramedia Pustaka Utama, 264 halaman

***

Novel Metropop ini menceritakan lima orang yang bersahabat di kantor, dan mereka berlima memiliki karakter yang begitu berbeda.

Yeah, yeah. Rasanya udah lama tidak membaca Metropop yang menggigit seperti ini. Dalam artian, terasa banget dalam building the characters dan juga dunia karier yang memang benar-benar seperti itu—eat or be eaten.

Di awal cerita, aku tertarik dengan artikel bitch yang dibaca Keisha—dan karakternya yang paling aku suka meski keras kepala disusul oleh Xylana. Mereka mempertanyakan apakah mereka semua masuk dalam kategori bitch. Kalau Keisha sih memang dengan entengnya bilang dia bitch, tapi yang lain… kayaknya mereka harus pikir-pikir. Tapi toh akhirnya mereka berlima setuju kalau ada si superbitch: Kasih Kinanti yang bawaannya cari ribut terus sama mereka berlima. Tapi, ternyata ada yang lebih bitch daripada si superbitch itu.

Oke, cukup spoiler ceritanya. Bagiku, kelebihan yang ada di novel The Lunch Gossip adalah karakter-karakternya yang bisa dibilang manusiawi. Jadi enak saja menikmati interaksi mereka. Oh, juga dengan karier mereka di perusahaan IT yang membuka mataku dalam dunia pekerjaan. Hal itu terasa sekali atmosfernya. Menjadi reminder juga kalau di dunia pekerjaan mungkin masih ada orang-orang “tega” seperti itu, tapi juga ada orang yang “tulus”. Alur ceritanya sih sebenarnya nggak terlalu istimewa, bahkan mudah ditebak, tapi pengemasan cerita yang ditulis oleh Tria Barmawi termasuk apik. Dan aku pun menikmatinya.

Kekurangan novel ini… apa, ya? Mungkin judulnya. Jujur deh, kalau aku nggak direkomendasikan oleh teman untuk baca ini, aku nggak bakal membacanya. Karena rasanya… “Hah? Gosip pas makan siang? Ceritanya karakternya suka gosip di makan siang doang?” Memang benar sih, tapi nggak seperti itu juga pusat ceritanya. Lebih cocok ada “bitch”-nya biar langsung menarik atensi. Soal typo, masih ada tapi aku nggak mencatat saking serunya novel ini. Novel ini jadi salah satu Metropop realistis yang aku favoritkan. Omong-omong, aku juga sudah baca lanjutan novel ini, The Reunion. Dan membaca dua novel Tria Barmawi ini, aku merasa penasaran untuk membaca novel-novel beliau sebelumnya.




Post a Comment

0 Comments