[4] Rapuh by Dodi Prananda
"Ada kebohongan dan kejujuran yang senantiasa mengelilingi kita. Begitu indahnya, sehingga kita tak tahu mana lagi batasan jelasnya. Antara diterima atau ditolak, semua abu-abu.
Ada skenario di antara sandiwara. Semua yang kita lihat dengan mata kepala sendiri, justru tidak pernah mencapai realita sesungguhnya. Ada sekenario dan ada sandiwara. Skandal.
Aku rapuh untuk menyadari semuanya. Aku terlanjur masuk ke dalam permainan ini. Sekarang hanya tinggal aku, menyelamatkan diri atau menjadi aktor yang akan menyelesaikan skenario ini. Tentu, dengan lebih banyak intrik atau justru bohong yang
dipercaya.".
Rapuh, Dodi Prananda
Wahyu Media
****
Blurb yang cukup menjanjikan. Apalagi saya juga satu fakultas dengan penulis (FYI, penulis ini jurusan Komunikasi 2011) dan gedung departemen saya ada di sampingnya. Sealmamater dan sama-sama suka menulis menyenangkan, bukan?
Oke, saya mugkin tidak akan membicarakan isi novel ini. Saya akan me-review kesan setelah saya membaca novel ini.
Jujur saja, di halaman pertama saya merasa disembur oleh penulis. Kenapa demikian? Karena terlalu banyak informasi yang diberikan. Penulis terkesan memberikan banyak keterangan sehingga saya sebagai pembaca jadi pusing. Saya menyayangkan hal itu. Mungkin jika cerita ini adalah jenis cerita pendek, mungkin bisa ditolerir. Tapi, ini novel. Jadinya ya saya hanya bisa mengernyit. Rasanya begitu aneh.
Selain itu,, penuturan sang tokoh utama bagi saya tidak tepat. Ya lagi-lagi masalah selera. Saya hanya berpendapat sesuai selera saya. Okelah si tokoh ini menggumam dalam hati? Ya sudah, kan pake PoV 1 toh? Masa ada penuturan lagi? Lalu, kadang juga samar dengan PoV 2 (bukan PoV 3 ya) ketika menyebut Gesa adalah 'kamu'. Naskah ini rasanya perlu banyak editing lagi agar bulat.
Terus, saya sudah menduga adanya 'kejutan' yang dimaksud reviewers yang ada di Goodrads. Tapi, karena alur cerita yang patah dan tergesa, rasanya amat dipaksakan Karya yang bagus bukan karena ada twist, melainkan eksekusi yang baik.
Ada kesalahan teknis yang fatal bagi saya, di mana setelah bab lima langsung bab tujuh.
Dan yang cukup mengganggu adalah banyaknya kalimat-kalimat tidak efektif yang jadi satu paragraf. Banyak koma, sehingga terkesan kalimatnya "muter-muter".
Konflik yang ada di novel ini juga terkesan menumpuk, dan porsinya agak aneh. Tapi ini hanya masalah selera baca saya saja. Saya sendiri tidak mengerti di mana klimaks novel ini, di mana penyelesaiannya. Rasanya blurry dan tidak jelas.
Mungkin memang novel ini bukan selera saya saja.
Omong-omong, kata-kata di tiap awal bab itu bagus sekali. Sepertinya Dodi suka membuat puisi. Dan setelah melihat-lihat, Dodi cukup produktif menulis puisi dan cerpen. Tapi rasanya ada yang tidak sesuai ketika menaruh penggalan itu di novel ini.
PS: saya review dari segi pembaca ya. Untuk soal "menulis" sendiri, saya juga harus belajar banyak. Dan semoga kita juga saling belajar :)
Comments
Post a Comment