"Dari semua kejadian ini, apa kau menyesal bertemu denganku?"
"Untuk apa menyesal?"
"Karena mungkin nantinya semua akan menjadi rumit karena kau harus bersamaku."
"Sama sekali tidak. Lantas, apa kau menyesal?"
"Tidak. Aku pun tidak menyesal karena semua kerumitan yang berakar pada ketakutan-ketakutanku, nantinya akan kujalani bersamamu. Bagaimana denganmu?"
"Sama sepertimu. Aku tak pernah menyesal bertemu denganmu."
"Tapi aku hanya akan membuatmu dalam posisi sulit. Andai kau bisa kembali pada saat pertemuan kita saat itu, apakah kau akan melakukan hal sama? Apa kau akan berusaha mengubahnya?"
"Bagaimana mungkin kau bisa mengatakan itu? Kau harus tahu, kau satu-satunya orang yang membuatku mengerti bagaimana rasanya pulang, yang selama ini tak pernah kuketahui rasanya. Jadi mana mungkin kau membuatku berada dalam posisi sulit."
"..."
"Kau rumahku. Kau tempat aku pulang. Memangnya, apa yang kaurasakan terhadapku? Apakah justru kau yang menyesal."
"Tidak. Aku pun tak pernah menyesal bertemu denganmu. Ya, aku juga merasakannya. Aku selalu tenang jika bersama dirimu. Pikiranku yang terus-terusan menganalisis sesuatu, entah kenapa berubah tenang asal kau di sampingku. Aku... aku... entah..."
"Hmpft...."
"Aku..."
"Apa arti ciuman barusan?"
"Aku akan berada di sampingmu. Maukah kau tetap bersamaku sampai nanti?"
"..."
0 Comments