Wahana Milik Sang Raja Mata Tertuju

Kini aku tidak tahu apa yang harus kurasakan. Aku yang dulu ingin menaklukkan sang Raja Mata Tertuju justru diluluhlantakkan olehnya.

Dulu aku pernah bermimpi menjadi pemain di wahananya. Namun, sang Waktu Terbatas mengolokku karena tidak ada sedikit pun kualifikasi yang tertoreh di hatiku. Serbatanggung, begitu katanya. Sang Raja Mata Tertuju hanya ingin para pemain wahana yang terbaik. Bukan yang biasa-biasa saja.



Lantas, aku berusaha berkawan dengannya. Kujadikan wahananya menjadi rutinitas kala aku bosan. Bahkan, aku kadang terlena hanya karena melihat berbagai wahana yang menyilaukan sampai sukar tidur.

Aku hanyalah penonton wahana, tidak pernah menjadi pemain di sana. Sampai suatu ketika, aku melihat beberapa yang serbatanggung sepertiku menjadi pemain. Bukan pemain sebenarnya, tapi mereka menjadi pura-pura pemain.

Sayangnya, hatiku mencelus. Aku tidak tahu apa yang kurasakan. Melihat para serbatanggung pura-pura jadi pemain bukankah tidak apa-apa? Kenapa hatiku mencelus? Apa karena para serbatanggung ini sebenarnya sering kulihat dan dekat-tapi-tidak dengan duniaku?

Namun, kini, saat mengetik ini, hatiku lebam meski sedikit. Sayangnya, hatiku sudah lebam dengan banyak hal. Jadi, lebam yang sedikit ini membuatku masygul. Apa yang harus kulakukan?

Mungkin aku takkan pernah ikut para serbatanggung pura-pura jadi pemain. Aku tidak terbiasa menipu diriku dengan berpura-pura. Yang jelas dalam benakku, yang diteriakkan oleh nalarku, hanya sebatas... saatnya aku menjadi bulan. 

Aku menatap sang Raja Mata Tertuju. Masih menjadi penonton wahana miliknya. Mungkin aku perlu beristirahat dan menjadi pemain di duniaku sendiri saat ini. Tidak lupa akü berbisik pelan dan mengucapkan terima kasih pada sang Raja Mata Tertuju atas wahananya, meski sang Waktu Terbatas terkikik geli.

Post a Comment

0 Comments