[43] Lost and Found - by Fanny Hartanti




Rachel tak sengaja meninggalkan organizer-nya di taksi, padahal di dalamnya berisi paspor, SIM, dan KTP. Akibatnya dia batal melakukan liputan ke Singapura dan terpaksa merelakan rivalnya, Amy, bertugas menggantikannya.

Andy menemukan organizer tersebut, tapi kesalahpahaman terjadi sehingga dia tidak pernah mengembalikan benda itu pada Rachel.

Takdir mempertemukan Andy dengan Rachel dan cinta pun tumbuh. Namun, rahasia dan luka masa lalu menghalangi kebersamaan mereka. Apakah cinta cukup untuk mengisi apa yang pernah hilang dalam hidup mereka?


Lost and Found, Fanny Hartanti
Gramedia Pustaka Utama, 248 halaman
ISBN 9786020327693


* * *



Rachel harus liputan ke Singapura dan tiba-tiba baru sadar organizer-nya hilang. Wanita itu kalang kabut. Bagaimana tidak? Organizer itu berisi KTP, SIM, dan paspor! Bagaimana cara dia bisa ke Singapura kalau kartu identitasnya tidak ada? Hal itu berujung pada omelan panjang dari Mbak Lady yang bilang bahwa dirinya kekanakan. Parahnya lagi, kesembronoannya dimanfaatkan oleh rivalnya di kantor. 

Di sisi lain, Andy sang arsitektur yang terpaksa naik taksi menemukan organizer hijau. Pria itu memilih untuk mengembalikannya langsung pada pemiliknya. Namun, dia disemprot habis-habisan saat menelepon pemilik organizer tersebut, membuatnya sewot. Sikap Andy yang membuat kisah ini makin seru!

Jujur saja, novel ini page turner banget. Di awal saya sudah merasa gemas dengan sikap menunda-nunda Andy yang berujung pada malapetaka Rachel. Mereka tak saling kenal, tapi efek sikap Andy pada karier Rachel itu buat geregetan! Karakter Rachel pun gampang disukai, tapi saya tetap memilih Emma sebagai tokoh favorit. Karakter yang loveable dan gaya menulis yang ringan dan lincah membuat saya tidak bisa lepas dari novel ini. Harus dibaca sekali duduk.

Saat akhirnya Andy menjelma pria baik hati untuk Rachel pun sebenarnya lucu. Konflik-konflik yang disajikan juga ringan. Saya pun menemukan adanya sisipan kisah Bangkok Marathon di sini (saya jadi penasaran ikut Bangkok Marathon, tapi sudah telanjur daftar Kuala Lumpur Marathon kemarin lusa).

Nah, meski baca sekali duduk, saya merasa konflik dan penyelesaian novel ini terlalu "lempeng". Saya tidak menemukan "gereget" dari novel ini. Semua penyelesaian konflik dan subkonfliknya berjalan flawless. Saya juga ingat, lari santai Andy untuk sepuluh kilometer adalah sekitar 41 menit. Itu sama seperti easy run para atlet. Mengingat keamatiran Andy saat melatih Rachel ikut Bangkok Marathon (sekadar lari keliling Gelora Bung Karno, tanpa ada speed dan endurance training yang kompleks, rasanya catatan waktu segitu kurang masuk akal). Yah, kecuali Andy bermain speed lalu Garmin-nya di-pause. Eh, memang Andy memakai Garmin yah? Seingat saya cuma ditulis jam tangan ber-GPS, bukan sportwatch. Kecuali memang Andy adalah ekspatriat yang "mesin"-nya berbeda dari masyarakat Indonesia.

Kekurangan dari segi teknis adalah... masih banyak salah ketik. Anehnya, meski banyak saya tidak mempermasalahkan karena sudah larut dalam novel ini. Saya takkan bosan bilang novel ini memang page turner.

Novel ini mengajarkan bahwa sikap menunda-nunda melakukan kebaikan bisa saja memiliki dampak negatif untuk hidup orang lain! Dan tentunya, memaafkan diri sendiri adalah cara terampuh untuk tetap bertahan hidup.

Saya pun menantikan naskah baru dari Fanny Hartanti dengan konflik yang lebih cetar!





Comments

Popular Posts