Menengok Naskah di Editors' Clinic Gramedia Writers & Readers Forum

Jarang-jarang gue menulis blog tentang kerjaan nih! Tapi karena memang lagi pengin ketik, ya udah deh gue nulis aja. Perlu digarisbawahi gue menulis catatan biar inget aja tadi pagi sampai siang abis ngapain. Apalah tulisan seorang Utha, editor anak bawang yang mengeditnya masih perlu ditambal-sulam (eh, bukannya penulis yang harus menambal-sulam naskahnya biar bagus, ya?).


Gue berangkat ke Perpustakaan Nasional sekitar pukul setengah sepuluh dan sampai di sana pas pukul sepuluh pagi. Karena waktu mepet sama acara gue sebelumnya, untung masih bisa denger briefing dari panitia. Gue sempet cemas juga karena ada insiden mimisan dan darah yang mengucur banyak banget. Untung bawa tisu (meski langsung habis) dan selama perjalanan di motor gue mendongak terus biar darahnya nggak mengucur.

By the way, gue deg-degan karena udah lama nggak bertatap muka sama calon-calon penulis kece. Gue memang dapet jatah untuk mengisi jadwal konsultasi naskah hari Sabtu ini dari pukul sepuluh sampai pukul dua belas. Dan gue cuma sempat mengobrol dengan enam calon penulis. Gue pun masih ingat "masalah" yang mereka alami dalam menulis. Sebenernya tulisan ini nggak mendetail banget, tapi semoga bisa paham ya apa yang gue maksud.

Calon penulis pertama ini adalah content writer. Tulisannya rapi banget, mungkin memang terbiasa menulis jadi kendala teknis sama sekali nggak ada. Ceritanya tentang romansa-fantasi. Berhubung si calon penulis ini doyan banget dorama, saat baca sinopsisnya, kental banget khas dorama Jepang. Sempat mengobrol juga dia sempat beberapa kali ikut semacam konsultasi naskah dengan editor. Wah... memang niat jadi penulis! Gue jadi seneng karena masih banyak yang pengin jadi penulis dan seniat itu sampai berkali-kali datang ke acara serupa. Tapi, gue sama sekali nggak bisa merasakan feel dari latar Jepang itu. Gue kayak baca naskah yang diketik rapi tanpa nyawa dari karakter ataupun atmosfer yang pengin calon penulis sampaikan. 


Calon penulis kedua, lagi-lagi rapi banget nulisnya (gila deh, kayaknya masalah teknis sekarang kayaknya udah nggak perlu dipusingin para editor kalau dapat penulis baru). Dia bilang juga sempat ikut klinik naskah. Dia menulis naskah young adult dengan latar belakang di Taiwan dan ikut forum penulis di Wattpad. Tapi, lagi dan lagi, gue nggak bisa "percaya" kalau cerita itu berada di Taiwan. 

Kesamaan dari dua penulis ini ternyata sama-sama berlatar luar negeri. Sayangnya, referensi membaca mereka terkesan kurang. Kenapa "terkesan"? Karena saat ditanya calon penulis satu bilang suka baca fan fiction aja, nonton dorama, dan baru sekali baca novel Jepang. Calon penulis kedua juga berkutat pada novel-novel yang lagi hits. Akhirnya gue pun kasih beberapa referensi novel agar mereka bisa "belajar" dari sana (mungkin istilahnya novel kanon ya). 

Meski gue sangat blakblakan saat membaca naskah mereka, mereka tetap antusias dan mendengarkan. Terus terang, gue paling suka dengan calon penulis yang mau belajar. Boleh aja jadi penulis yang punya "pijakan" kuat, tapi bukan berarti nggak mau mendengarkan sama sekali kalau ada "pijakan" baru yang diberikan. Eits, ini bukan curhat kerjaan gue sebagai editor fiksi kok... 

Bahkan, gue mengakui mereka sangat punya potensi menulis. Tapi lagi-lagi harus digarisbawahi, editor senior kebanggan setanah air di kantor pernah bilang sama gue, "Bukan penulis namanya kalau nggak bisa revisi." Nah lho, jadi para calon penulis harus tahan banting!

Setelah jeda dua calon penulis, gue minum air mineral. Karena haus, tentu. Sampai-sampai editor senior nonfiksi aka Mbak Sasti yang ada di samping gue bilang, "Kamu ternyata ceriwis juga ya kalau bahas naskah fiksi." Abis, memang antusias! Jadi alasan gue minum air mineral memang karena tenggorokan kering, saudara-saudara.

Nah, sekarang calon penulis ketiga dan calon penulis keempat. Calon penulis ketiga ini suka banget dengan novel-novel sastra. Bahkan novel yang sukar gue pahami, dia suka. Saat ditanya genre novelnya apa, dia malah meringis nggak tahu. Tapi pengalaman menulisnya udah banyak banget. Beberapa cerpennya dimuat di majalah dan koran. Dia juga sempat menulis antologi bareng penulis terkenal. Saat ditanya sukanya baca apa, ternyata dia suka baca sastra (ya iyalah kan udah dibilang tadi) dan... teenlit! Saat baca naskahnya, ternyata secara premis dan plot amat sangat young adult. Tapi eksekusinya sastra banget. Hmm... paham nggak maksud gue? Nggak usah dipahamin juga nggak apa-apa kok, hahaha.

Dapet foto dari Kak Bagas~!

Calon penulis keempat, sebelumnya menulis buku anak. Bahkan sudah menerbitkan beberapa buku. Saat ditanya naskahnya genre apa, dia bilang novel dewasa. Saat gue baca-baca... wah, ini sih Metropop banget! Jadi, dia nggak yakin dengan pengkategorian naskah yang dia tulis. Gaya menulisnya juga sangat baku. Untungnya, dia baru nulis tiga bab. Dia juga ragu untuk menulis dengan gaya sehari-hari yang ngepop sebelumnya. Dia pun mengaku pernah baca Metropop dan menurut dia tokoh di naskahnya itu "terlalu tua", padahal tiga puluhan (wanita karier di Jakarta). Konfliknya pun urban banget. 

Kalian bisa paham nggak kesamaan calon penulis ketiga dan keempat ini? Semoga bisa nangkep ya, meski tulisan gue acak-acakan begini. Intinya, gue sih lagi-lagi menyarankan mereka untuk banyak membaca. Suer deh, nasihat ini gue sampaikan juga sama penulis-penulis kesayangan gue (yang sering bilang gue Kakak Jutek padahal gue nggak jutek, tapi baik hati). 

Untuk calon penulis kelima, beda kasus lagi. Ini juga sering gue temuin saat menyeleksi naskah (by the way, temen-temen editor fiksi lebih suka menyebutnya "nolak-nolakin naskah" karena memang sedikit yang diterima) di kantor. Secara plot, amat sangat rumit. Konflik utamanya sangat cetar, subkonfliknya banyak banget (bahkan gue nggak pernah kepikiran buat nulis serumit itu). 

Sayangnya, saat eksekusi jadi keteteran. Dia nggak tahu mana yang mau ditonjolkan dari naskahnya. Bahkan konflik cetar tadi "tertutup" dengan subkonflik yang beranak pinak. Padahal sebenarnya bisa banget lho subkonflik nggak usah diambil semua, bisa aja subkonflik disimpan dan dibuat novel selanjutnya. Sebenarnya untuk masalah kayak begini bisa banget dicari di internet (semacam buat plot, karakter, dan sebagainya).

Untuk calon penulis keenam, terus terang gue lupa. Intinya sih gue minta dia tulis ulang dan kirimin naskah revisiannya ke gue. Yap, memang naskahnya udah cukup bagus, tinggal dipoles. Lumayan kan nemu calon penulis~!

Jadi inti tulisan gue yang nggak ada rapi-rapinya ini adalah... banyakin baca biar referensinya makin banyak. Dan gue seneng banget ketemu mereka karena sebegitu niatnya jadi penulis! Terus, boleh banget lho unggah naskah di Gramedia Writing Project. Kali aja ada editor fiksi yang tertarik sama naskah lo...!

Udah, itu aja.

Gue mau rebahan lagi karena masih mimisan. Semoga nanti-nanti gue bisa nulis tentang pekerjaan gue... :D

Post a Comment

0 Comments