[4] Rapuh by Dodi Prananda




"Ada kebohongan dan kejujuran yang senantiasa mengelilingi kita. Begitu indahnya, sehingga kita tak tahu mana lagi batasan jelasnya. Antara diterima atau ditolak, semua abu-abu.

Ada skenario di antara sandiwara. Semua yang kita lihat dengan mata kepala sendiri, justru tidak pernah mencapai realita sesungguhnya. Ada sekenario dan ada sandiwara. Skandal.

Aku rapuh untuk menyadari semuanya. Aku terlanjur masuk ke dalam permainan ini. Sekarang hanya tinggal aku, menyelamatkan diri atau menjadi aktor yang akan menyelesaikan skenario ini. Tentu, dengan lebih banyak intrik atau justru bohong yang
dipercaya.".

Rapuh, Dodi Prananda
Wahyu Media



****


Aku mugkin nggak bakal membicarakan isi novel ini. Aku akan mereviu kesan setelah membaca novel ini.

Jujur, pada halaman pertama aku merasa disembur oleh penulis. Kenapa demikian? Karena terlalu banyak informasi yang diberikan. Penulis terkesan memberikan banyak keterangan sehingga aku sebagai pembaca jadi pusing yang sebenarnya sangat disayangkan. Jika cerita ini adalah jenis cerita pendek, mungkin bisa ditolerir. Namun, ini novel. Jadinya ya aku hanya bisa mengernyit karena terasa aneh.

Selain itu, penuturan sang tokoh utama bagiku nggak tepat. Ya lagi-lagi masalah selera. Okelah si tokoh ini menggumam dalam hati. Ya sudah, kan pake PoV 1 toh? Masa ada penuturan lagi? Lalu, kadang juga samar dengan PoV 2 (bukan PoV 3 ya) ketika menyebut Gesa adalah 'kamu'. Naskah novel ini terasa sangat mentah dari segi pengeditan IMO.

Terus, aku pun sudah menduga adanya 'kejutan' yang dimaksud para reviewer yang ada di Goodrads. Namun, karena alur cerita yang patah dan tergesa, rasanya amat dipaksakan. Karya yang bagus bukan karena ada  plot twist, melainkan naskah yang dieksekusi dengan baik. 

Ada kesalahan teknis yang fatal bagiku pula, di mana setelah bab lima langsung bab tujuh.

Dan yang cukup mengganggu adalah banyaknya kalimat-kalimat nggak efektif yang jadi satu paragraf. Banyak koma, sehingga terkesan kalimatnya "berputar-putar".

Konflik yang ada di novel ini juga terkesan menumpuk, dan porsinya membingungkan. Aku pun nggak mengerti di mana klimaks novel ini, di mana penyelesaiannya. Rasanya blurry dan nggak jelas. 

Mungkin memang novel ini bukan selera aku saja.

Omong-omong, kata-kata di tiap awal bab itu bagus banget. Sepertinya penulis suka membuat puisi. Dan setelah melihat-lihat, Dodi cukup produktif menulis puisi dan cerpen. Namun, rasanya ada yang nggak sesuai ketika menaruh penggalan itu di novel ini.

Post a Comment

0 Comments