Amanda punya satu masalah kecil: dia yakin bahwa dia tidak sepandai kesan yang ditampilkannya. Rapor yang semua berisi nilai A, dia yakini karena keberuntungan berpihak padanya. Tampaknya para guru hanya menanyakan pertanyaan yang kebetulan dia tahu jawabannya.
Namun tentunya, tidak mungkin ada orang yang bisa beruntung setiap saat, kan?
Setelah dipikir-pikir, sepertinya itu bukan masalah kecil. Apalagi mengingat hidupnya diisi dengan serangkaian perjanjian psikoterapi. Ketika pulang dengan resep antidepresan, Amanda tahu masalahnya lebih pelik daripada yang siap diakuinya.
Di tengah kerumitan dengan pacar, keluarga, dan sekolahnya, Amanda harus menerima bahwa dia tidak bisa mendapatkan nilai A untuk segalanya.
A untuk Amanda, Annisa Ihsani
Gramedia Pustaka Utama, 264 halaman
ISBN 9786020326313
Cetakan Pertama, Maret 2016
* * *
Saat editor novel ini menanyakan aku untuk menjadi salah satu host blog tour novel A untuk Amanda, aku nggak perlu berpikir panjang lagi... Aku langsung mengiakan karena memang sudah tergoda dengan tulisan Annisa Ihsani sejak novel debutnya, Teka Teki Terakhir.
Dari judul dan sinopsis di kover belakang, tentu bisa menyimpulkan premis novel ini. Tentang Amanda yang tidak memercayai kesempurnaan akan nilai yang selalu dia dapatkan. Ya, berawal dari
ketidakpercayaan cewek itu akan kemampuannya sendiri, dia mulai berasumsi bahwa ada yang salah di otaknya. Karakter Amanda yang begitu remaja begitu kuat. Amanda cewek cerdas, tentu. Dan rasa waswas yang ada di benaknya itu pernah kualami saat kuliah: "Hmm... kayaknya ini kebetulan deh dapet IP segini. Oh... kayaknya dosen A memang lagi bermurah hati kasih nilai." Dengan pendapat dan pikiran-pikiran tersebut, aku merasa diri saya penipu. Sindrom merasa dirinya penipu itu... sering kali aku rasakan saat kuliah. Jadi, saat tahu Amanda berpikir seperti itu, amu berpikir, "Oh, bukan cuma aku yang pernah merasa seperti penipu dengan IP yang cukup baik, padahal sebenarnya otakku dangkal. Atau karena kebetulan aku bisa menjawab esai saat UTS atau UAS karena skill mengarang bebas, padahal analisis yang kuberikan sangat shallow."
ketidakpercayaan cewek itu akan kemampuannya sendiri, dia mulai berasumsi bahwa ada yang salah di otaknya. Karakter Amanda yang begitu remaja begitu kuat. Amanda cewek cerdas, tentu. Dan rasa waswas yang ada di benaknya itu pernah kualami saat kuliah: "Hmm... kayaknya ini kebetulan deh dapet IP segini. Oh... kayaknya dosen A memang lagi bermurah hati kasih nilai." Dengan pendapat dan pikiran-pikiran tersebut, aku merasa diri saya penipu. Sindrom merasa dirinya penipu itu... sering kali aku rasakan saat kuliah. Jadi, saat tahu Amanda berpikir seperti itu, amu berpikir, "Oh, bukan cuma aku yang pernah merasa seperti penipu dengan IP yang cukup baik, padahal sebenarnya otakku dangkal. Atau karena kebetulan aku bisa menjawab esai saat UTS atau UAS karena skill mengarang bebas, padahal analisis yang kuberikan sangat shallow."
Yah, A untuk Amanda membawaku kembali pada saat-saat kuliah. Ketakutan yang berkelindan di otak Amanda, pernah juga kurasakan meski nggak separah Amanda. Dan lagi-lagi, aku nggak seberani Amanda. Makanya, aku salut dengan penulis yang mengambil tema ini di novelnya. Bukan hanya itu, ada beberapa konten yang cukup buat aku terkejut seperti agnostik dan feminisme. Untuk sedikit menyerempet ke hal-hal seperti itu, untuk novel remaja lokal, aku mengapresiasinya. Remaja memang rentan, tapi sekali lagi, novel ini berlogo "Young Adult" yang mana seharusnya pangsa yang lebih "dewasa". Jadi, sungguh langkah berani. Hal ini mengingatkanku pada novel-novel dewasa muda terjemahan yang berbobot.
Yang cukup menarik dan masih dipertahankan oleh Annisa Ihsani adalah gaya bahasa terjemahan yang digunakan. Aku kerasan dengan gaya menulis seperti ini, meski agak kaku di beberapa bagian. Dan hal ini berhubungan dengan latar novel A untuk Amanda. Sebenarnya saya sendiri bingung meletakkannya sebagai kelebihan atau kekurangan. Beberapa peresensi juga sudah membahasnya. Awalnya aku kira latar tempat ini agak blurry. Nama-nama tokoh mengesankan ini novel lokal dengan nama-nama Amanda, Arief (yang saya ambil dari Burger Arief). Awal semester dimulai pada bulan September (pernah dibahas juga di resensi lain) yang menandakan kurikulum berbeda dengan Indonesia. Awalnya aku agak kagok, tapi lama-kelamaan nyaman juga. Katakanlah latar tempatnya benar-benar kota antah-berantah.
Dan, entah kenapa, aku merasa karakter Amanda semacam horcrux dari Mbak Annisa Ihsani. Jelas-jelas cerdas dari gaya menulisnya!
Secara keseluruhan, aku suka banget dengan novel ini! Seenggaknya membuktikan bahwa novel remaja bisa berbobot, bukan sekadar bacaan luang dengan problematika cinta saja. Jadi, empat bintang penuh untuk Amanda. Omong-omong, aku suka karakter Helen/a!
* * *
GIVEAWAY
A UNTUK AMANDA
Satu buku A untuk Amanda bisa didapatkan pada giveaway kali ini. Caranya:
- Ikuti blog "Ulasan Novel Tsaki" lewat Google Friend Connect (GFC).
- Ikuti akun Twitter @TsakiDaruchi dan Twitter penulisnya, @nisaihsani.
- Bagikan tautan giveaway ini dengan akun media sosialmu dengan mention akun di atas beserta tagar #auntukamanda.
- Di dalam lingkungan sekolah atau kuliah, apa yang sering kali membuat kalian tertekan? Terangkan pada kolom komentar. Sertakan akun Twitter dan tautan share tweet kamu.
- Giveaway ini berakhir pada 17 April 2016.
- Pengumuman pemenang pada 18 April 2016.
Semoga beruntung!
42 Comments
"Di dalam lingkungan sekolah atau kuliah, apa yang sering kali membuat kalian tertekan?"
Jawabannya: perasaan dinomorduakan, minder, tidak bisa memenuhi ekspektasi guru dan teman-teman.
So, I kinda grew up having inferiority complex. Emm, yah ada lah sejarahnya. Jadi setiap ada guru yang mengabaikanku, atau membuat ekspresi 'meh' meski aku udah berusaha yang terbaik, atau waktu ada teman yang kayak nggak tertarik sama apa yang aku bicarakan, aku langsung mikir macam-macam, langsung menyalahkan diriku sendiri..
I'm no good, I'm no good.
Entah kenapa mau berapa kali ranking, tetap aja aku nggak bisa memenuhi ekspektasi mereka. Dan itu yang membuatku tertekan. #maafjadicurhat
https://twitter.com/hanafathimah/status/719381767266836480
Di saat masa kuliah orang-orang menilai diri kita dari luar dan disorot secara blak-blakkan. Kalau kita nggak sepaham sama mereka, kita dijauhi. Kalau kita mencoba berkata hal yang menurut kita benar, mereka terang-terangan bilang kita nggak asik dan mencemoh. Nggak jarang cemohan yang maksudnya untuk bercanda malah menyakiti hati. Dan kalau udah sakit hati, orang mana yang mau terang-terangan nunjukin kalau hati mereka sakit dicemoh seperti itu?
Banyak lho saat ini orang yang nggak suka dihina dan mereka bingung harus mengutarakan pada siapa memilih jalan untuk bunuh diri dan berubah jadi pemurung. Lalu terjerumus kedalam pergaulan bebas dan bikin hati orang tua resah.
Terakhir, hal yang bikin batin tertekan. Tuntutan orang tua dan gengsi dengan orang sekitar kalau sampai prestasi menurun bahkan drop saat kuliah. Setiap orang tua ingin kita dapat prestasi yang bagus, bisa membanggakan mereka kelak dan memamerkan pada orang sekitar kalau anaknya bisa ini, bisa itu yang kalian nggak bisa. Tapi orang tua yang berkspektasi terlalu tinggi pada anak malah lebih sering membuat anak (dalam posisi ini adalah saya) drop dan patah semangat saat ada diposisi jatuh. Ada mperasaan takut membuat orang tua kecewa, gengsi tidak bisa menjadi lebih baik dari yang lain.
Jangan sampai lah ya, kita membuat diri sendiri tertekan. Menghargai diri sendiri dan mengakui ketebatasan diri itu yang terbaik. Karena kita tidak bisa menjadi diri orang lain maupun sebaliknya. :)
Athaya Irf
@jeruknipisanget
https://twitter.com/JeruknipisAnget/status/719433401686560768
@SulhanHabibi
https://twitter.com/SulhanHabibi/status/719513876627238912
Di dalam lingkungan sekolah atau kuliah, apa yang sering kali membuat kalian tertekan?
Jawaban:
Yang membuatku tertekan, lebih tepatnya gelisah dan gak nyaman adalah bahwa aku merasa orang-orang di sekitarku (keluarga, teman-teman, guru, tetangga) melihat diriku lebih positif dibandingkan aku melihat diriku sendiri.
Aku sering dikatakan pintar, hebat, sangat rajin, padahal seringkali aku tidak merasa seperti itu. Kadang ingin membantah bahwa aku tidak seperti yang mereka kira. Aku tidak serajin atau sepintar yang mereka kira.
Mungkin aku memang sangat peka terhadap perasaan orang lain, sehingga sering timbul perasaan aku harus memenuhi harapan orang-orang di sekitarku, baik yang diekspresikan maupun tidak.
Sering aku berusaha untuk terlihat mampu, namun tidak jarang pula aku takut tidak tidak bisa memenuhi harapan mereka.
Aneh memang, kadang semua hal tersebut membuatku tidak bersemangat dan hanya menginginkan melakukan apapun yang aku inginkan tanpa adanya tuntutan dari siapapun.
Dan semua itu melelahkan...
**
Btw, terima kasih atas GA-nya
Malah jadi curhat. Tapi, tekanan apapun yang kita hadapi tetaplah menjadi positif dan orang yang baik hati :)
Aku adalah tipe orang yang mudah sekali stress hehehe
(Pertama) Aku biasanya merasa tertekan ketika hasil ujian ku tidak sesuai dengan target padahal aku merasa sudah berusaha semaksimal mungkin, hal ini membuat aku merasa minder karena tidak mampu menyelesaikan ujian dengan baik dan merasa bersalah kepada orangtua ku, karena aku merasa kurang maksimal dalam mendapatkan hasil ujian.
(Kedua) Aku seringkali merasa tertekan ketika harus maju untuk melakukan presentasi di depan, kenapa? Karena aku memiliki tremor, dimana tanganku akan gemetaran, dan gemetarannya akan semakin kencang ketika aku panik, aku seringkali merasa takut kalau kertas yang sedang ku pegang akan jatuh, atau tiba-tiba mulutku tidak terkendali karena gerak tremor yang terlepas begitu saja. hal ini seringkali membuat ku tidak percaya diri untuk tampil dan berdiri di depan kelas untuk melakukan presentasi kuliah, aku lebih suka mengerjakan soal di bangku dan secara individu daripada harus tampil di depan kelas. Butuh persiapan diri yang lumayan panjang dan sungguh-sungguh agar ketika maju untuk presentasi tidak merasa terbebani sehingga gemetaran di tangan yang terjadi masih bisa ku kendalikan.
Twitter: @Risyrisyca
Link Share: https://twitter.com/Risyrisyca/status/719533667584847873
Link share: https://twitter.com/trissella/status/719564307231481856
Di waktu sekolah dan kuliah, apa yang membuatmu tertekan?
Masa Sekolah Dasar berjalan mulus. Namun di SMP bernasib buruk. Apa yang membuatku tertekan? Adalah teman-teman. Masa SMP nyatanya menjadi titik balik kehidupanku. Satu insiden yang membuatku sedikit trauma untuk memulai pertemanan dengan perempuan. Selama satu tahun aku harus berjalan cepat tiap kali bel pulang berbunyi. Aku tertekan setiap hari, menghindari aksi bully yang pernah dilakukan padaku. Karena rasa tertekan itu, aku sampai takut untuk pergi ke sekolah selama satu minggu.
Masa SMA berjalan cukup baik. Aku masih trauma untuk memulai pertemanan yang terlalu dekat dengan para perempuan.
Di masa kuliah, aku mulai bisa bangkit dari rasa tertekan itu. Aku mencoba untuk mengobati diri sendiri meski membatasi pergaulan dengan mereka karena takut sakit hati. Di sisi lain, kadang aku merasa tertekan saat masa skripsi. Sepertinya skripsi adalah hal lumrah yang menjadi penyebab utama seorang mahasiswa merasa tertekan. Tuntutan dari dosen, kondisi dari teman satu tim yang ingin menang sendiri, egois, dan berubah menjadi menyebalkan. Paduan yang lengkap untuk seorang mahasiswa tingkat akhir.
Tapi ... rasa tertekan itu hanya kita yang bisa menghilangkan. Hanya ada dua pilihan: membuat diri kita terhanyut dalam rasa tertekan itu atau melawannya sekuat tenaga lalu mengubahnya menjadi suntikan semangat baru.
Twitter : @udonkuma
Link Share :
Numpang ikutan lagi ya, dan salam kenal :)
Di waktu sekolah dan kuliah, apa yang membuatmu tertekan?
kenyataan bahwa saya sama sekali tidak punya teman yang di kenal saat masuk pertama kali saat SMA dan kuliah. Lho? Saat saya SMA dan Kuliah, sama sekali tidak ada teman yang dulunya sama SMP atau SMA. Saya benar-benar merasa 'sendiri' meski tidak kesepian.
Awal masuk SMA dan Kuliah bagi saya adalah masa-masa yang cukup sulit untuk beradaptasi. Terlebih saya SMA di kota dan Kuliah di ibukota, sedangkan saya tinggal di pelosok, kabupaten. Pertama yang sulit itu bahasa. Meski saya masih pakai bahasa indonesia tapi saat SMA di kota Bogor kebanyakan orang lebih nyaman berbahasa sunda, kadang saya suka merasa asing sendiri saat teman-teman sudah asik pakai bahasa sunda.
Kedua, pergaulan. Jelas pergaulan di Bogor dan Jakarta jauh berbeda, tapi untungnya saya dapat teman-teman yang menyenangkan meski awalnya agak sulit mencari teman yang 'klik' hehehe
Terakhir, yang membuat tertekan itu ekspektasi orang-orang. Entah itu orang tua, saudara sendiri, atau teman-teman. Tapi saya percaya, dengan berdoa dan berserah diri, rasa tertekan itu akan hilang dengan sendirinya. bagi saya curhat paling enak itu ke tuhan :)
Terima kasih sudah buat giveawaynya, tsaki :)
Yunita P. Utami
Salah satu hal yang sering membuat seseorang tertekan dalam lingkungan sekolah, yang pertama adalah karena orang tersebut tidak mudah bergaul. Sikap yang introvert dan cenderung menutup diri untuk berinteraksi dengan teman sebaya juga bisa menimbulkan tekanan bagi orang tersebut. Tidak mau mengenal lingkungan sekitar cenderung membuat orang tersebut merasa asing di tempat yang seharusnya menyenangkan buatnya. Ada baiknya, kita harus menghindari perilaku yang seperti ini. Selain bisa menjadikan kita sebagai sosok yang asing, juga bisa menimbulkan perilaku bullying dari teman sebaya yang lain. Mayoritas aksi bullying kerap timbul karena si korban cenderung menutup diri dan tidak pernah berkomunikasi. Hal ini bisa menjadi bahan menarik bagi para pelaku bullying tersebut.
Selain itu, tekanan di lingkungan sekolah yang lain adalah memiliki masalah dengan teman sebaya atau kakak kelas. Siswa yang memiliki masalah tak berkesudahan cenderung merasa kurang nyaman dengan kegiatannya di sekolah. Siswa seolah kurang bebas untuk melakukan apa yang ia mau. Apabila kejadian seperti ini terus berlarut dan tidak ada penyelesaian, maka kemungkinan besar jug akan menimbulkan tekanan bagi siswa yang bersangkutan. Apalagi masalahnya dengan kakak kelas. Bagi adik kelas, mereka sering dipandang sebagai sosok yang menakutkan, terlebih jika memiliki masalah dari mereka. Tekanan yang ditimbulkan cenderung akan lebih besar.
Kemudian, perilaku yang tidak senonoh dari teman sebaya, atau bahkan guru juga membuat anak tertekan. Sering mendengar bukan, seorang murid yang menerima perlakuan kurang pantas oleh guru mereka sendiri? Hal ini memiliki peluang besar untuk membuat si siswa merasa tertekan atau bahkan trauma dengan sekolah. Sangat disayangkan, lingkungan yang seharusnya menyenangkan bagi kita harus menjadi momok yang menakutkan. Sebagai pelajar, aku menyarankan bahwa ada baiknya kita bersikap terbuka terhadap lingkungan sekolah. Mudah bergaul (sesuai batas wajar), dan tidak bersikap menutup diri dari segala masalah yang sedang dialami. Kita sekolah tidak hanya mencari ilmu. Melainkan juga teman, kenyamanan, dan solusi. Ya, solusi. Sebagai pelajar, ada baiknya kita menganggap teman juga sebagai keluarga. Di mana mereka juga berhak mengetahui masalah kita, dan memberikan solusi yang baik.
Dengan begitu, kita akan merasa nyaman dengan lingkungan sekolah. Kemungkinan untuk merasa tertekan pun juga semakin kecil. Intinya, jadikan sekolah sebagai keluarga kedua kalian. Semua serba menyenangkan.
Terima kasih, semoga beruntunggg :D
@Bintang_Ach
Link: https://twitter.com/Bintang_Ach/status/719420394181013505
Kenapa depresi atau stres? Karena biasanya aku nggak "sama" dengan beberapa orang. Entah salahku atau gimana, tapi rasanya susah banget hidup kalo nggak sama dengan mereka.
Emang sih, aku masuk SMP dan SMA favorit, dengan berbagai tipe murid. Kebanyakan dalam kondisi ekonomi berkecukupan. Yaah... emang gak semuanya ngebeda-bedain. Tapi aku kadang tertekan karena mereka suka mengejek, dan ejekan itu seolah kaya candaan lucu.
Untunglah pas kuliah aku nggak ketemu lg yang kayak gitu. Mungkin krn udah mulai dewasa kali ya... :-)
https://mobile.twitter.com/annsynd/status/719747495765499904
Banyak.. XD yang pertama kalau ada presentasi mendadak padahal belum ada persiapan, ketika menunggu giliran untuk menjelaskan materi, itu rasanya.... kayak lagi nunggu giliran buat dihukum pancung.
Kedua, aku juga sering tertekan ketika mengerjakan soal ujian yang tipe soalnya nggak sinkron dengan yang sudah di ajarkan guru sebelumnya.
Ketiga, ketika aku dikasih tugas matematika atau tentang apapun yang berkaitan dengan perhitungan (ditambah lagi harus dengan penyelesaiannya), dan sang guru menyuruh untuk mengumpulkannya besok hari sebelum bel masuk berbunyi atau "nilai kalian saya kosongkan".
Keempat, teman yang gampang baper. Dikit-dikit baper, dikit-dikit baper sampai suatu ketika aku nanyain tugas sejarah (aku ambil IPA, tetapi pelajaran Sejarah Indonesia wajib ada di jurusan IPA atau IPS) dan mereka menjawab "duh, kalau sejarah kamu aja ya yang ngerjain, aku nggak bisa mengenang masa lalu"
@fetreisciafrida
https://twitter.com/fetreisciafrida/status/719774950580588545
@asepnanang59
Link share: https://twitter.com/asepnanang59/status/719827504849006592?lang=id
Hal yang paling membuat saya tertekan ketika bersekolah adalah tidak adanya tekanan sama sekali. Dalam bahasa sederhananya masalah dalam kehidupan sekolah saya adalah tidak adanya masalah, eh malah makin pusing ya... hehe, Intinya saya merasa tertekan ketika tidak adanya masalah yang menghampiri karena itu berarti tidak jelasnya manfaat saya dalam kehidupan sekolah, dan ketidakjelasan itulah tekanan berat bagi saya.
@rinicipta
https://twitter.com/RiniCipta/status/719917970353315841
Hal yang paling buat aku tertekan ketika sekolah/kuliah adalah waktu. Untuk kuliah saat ini, aku merasa jadwal kuliah itu bener-bener membuatku tertekan. Kuliahku pakai sistem blok jadi untuk jadwal dan mata kuliah yang diambil sudah ditentukan. Kemungkin untuk kuliah dari pagi sampai sore dari senin-jumat pasti ada dan belum lagi kalau harus ngerjain tugas, laporan dan skripsi! Rasanya tuh cukup keteteran, kita nggak punya cukup waktu untuk memahami apa yang dipelajari dan mempersiapkan diri menghadapi ujian, untuk refreshing atau bahkan mengurus kehidupan kita selain kuliah hehe..
Selain itu, persaingan juga bikin tertekan. Semua orang memang berlomba-lomba untuk menjadi yang nomor satu, menjadi yang sempurna. Tapi ketika kita nggak siap, ya jadi stress sendiri. Kalau ngerasa seperti ini, biasanya aku 'mengasingkan diri' sejenak dan berusaha bersikap cuek. Aku akan memaksimalkan diriku dengan caraku sendiri. Pokoknya terlepas dari gangguan atau lingkaran persaingan yang sering muncul diantara teman. Aku sadar setiap orang punya potensi sendiri, punya kekurangan dan kelebihan yang hanya dipahami oleh dirinya, jadi ketika kita memaksakan diri untuk ikut bersaing di tempat yang nggak tepat buat kita, itu justru akan jadi boomerang buat diri sendiri. Lebih baik kalau kita memaksimalkan diri dan tetap berusaha sesuai kemampuan. Ya bersikap dengan bijaksana dan menerima dengan ikhlas aja sih :)
https://twitter.com/hensus91/status/720048386729058304
“Di dalam lingkungan sekolah atau kuliah apa yang sering kali membuat kalian tertekan?”
Satu hal yang paling bisa membuatku tertekan adalah materi pelajarannya. Tidak tahu kenapa aku adalah tipe orang yang jika sudah tidak paham materi yang disampaikan sejak awal, maka akan sangat susah untuk memahami. Kalaupun bisa juga sebatas bisa tapi tidak menguasai. Dan akibatnya nilaiku jadi tidak memuaskan. Inilah yang membuat tertekan, tidak menguasai materi dan nilai jadi taruhannya.
Jaman SMA satu materi paling membuatku tertekan dan nilai selalu pas-pasan adalah integral dan jaman kuliah materi pemrograman. Dua materi yang bahkan jika sekarang kubuka lagi pasti akan langsung membuat mata berkunang-kunang. :D
Demikian dan terima kasih :)
https://twitter.com/dust_pain/status/720053682868359168
“Di dalam lingkungan sekolah atau kuliah apa yang sering kali membuat kalian tertekan?”
waktu zaman sekolah dulu, aku gak pernah tertekan sama nilai atau pelajaran yang sulit. kalo gak bisa, ya udah gak ngoyo. kalo bisa, ya alhamdulillah. aku tipe yang nyantai aja gitu, karena emang orang tua sendiri gak pernah nuntut aku bisa juara dan sebagainya :) tapi aku inget pas zaman SMP aku sedikit tertekan dengan lingkungan sekitarku. aku ngerasa 'beda' dari temen2ku yang mendadak gaul dan teenager banget, sementara aku kok masih kayak anak2. apalagi bodiku juga kecil, gak bohay kayak temen2 cewekku yang lain. belum lagi aku tipe orang yang susah berbaur dengan orang lain. aku lebih suka baca komik, buku, ngendon di perpus, yah nerd banget gitu. dulu itu lumayan bikin aku tertekan karena aku gak nemu teman senasib. rasanya aloneeeee banget di sekolah. hiks. untunglah pas SMA nemu temen yang punya hobi sama, jadi gak merasa sendiri lagi deh :D
@Hanabilqisthi
https://twitter.com/hanabilqisthi/status/720086790145576960
Hal yang membuatku tertekan selama kuliah/sekolah:
ketika banyak masalah terjadi secara bersamaan: aku mengalami masalah akademis (mendapat nilai buruk di mata pelajaran favoritku), masalah di organisasi (target tidak tercapai, aku harus bolos kuliah), masalah pertemananan (aku tidak percaya bahwa aku memiliki teman yang benar-benar menyukaiku, aku menganggap kepintaran adalah satu2nya alasan teman2ku mau berteman denganku, tidak menemukan yang menemukan value yang sama denganku) masalah cinta (lelaki yang kusukai tidak menyukaiku) dan masalah di rumah (ayah dan ibuku bertengkar dan ingin bercerai).
Terutama ketika rasa putus asa datang sehingga aku berpikir jikapun aku pergi(meninggal), tidak akan ada perubahan yang signifikan. Akan ada banyak siswa/mahasiswa lain yang menggantikan posisiku sehingga membuatku berniat untuk mengakhiri hidup ini.
Alhamdulillah selama masa sekolah tidak ada hal yg membuat ku sampai merasa tertekan. Masalah pasti ada namun tidak terlalu ku pikirkan sampai membuat ku tertekan. Karena bila kita terlalu merasa tertekan yg ada hanya akan menimbulkan rasa tidak nyaman, kepikiran, kurang fokus, minder, terlihat murung, malas pergi ke sekolah, nilai mata pelajaran menurun dan menimbulkan rasa kurang bersosialisasi yg malah menimbulkan dampak negatif/ merugikan diri kita sendiri.
Tertekan itu berawal dari pemikiran kita sendiri, bila terlalu dipikirkan dan dipendam sendiri hanya akan menyakiti diri sendiri. Cobalah untuk berbagi cerita, lebih baik berpikir positif, hadapi masalah yg ada, dan percaya diri bahwa kita bisa.
Terima kasih ^_^
@RizAnNie88
https://twitter.com/RizAnNie88/status/720109776735178753
https://mobile.twitter.com/mndshl/status/720168501827149824
Hmmm, bisa dibilang masa sekolah itu adalah masa yg kurang menyenangkan dan sesaat bisa dibilang sedikit bikin tertekan. Bukan, bukan soal pelajaran yg nggak bisa aku mengerti atau temen sekelas yg suka bully, bukan. Tapi, yg bikin aku sedikit tertekan adalah guru-gurunya. Mungkin karena apes ya, jadi selama 3 tahun masa SMA, aku dapet guru-guru yg sering bikin sakit hati. Suka kasih komentar nggak menyenangkan, suka kasih tugas yg mengada-ada, bahkan pernah ada yg menuduh aku nyontek (dan nuduhnya terang-terangan di depan kelas) padahal ada lebih dari 10 temen sekelas yg belain aku dan yakin kalo aku nggak nyontek. Ya memang aku nggak nyontek! Ugh, rasanya bikin gemes dan marah kalo diinget-inget. Dan efeknya, masa SMA itu aku sering banget bolos kelas buat menghindari guru-guru itu. Sempat menyesal sih, kenapa kok dulu aku bela-belain bolos cuma gara-gara guru yg nggak enak. Tapi ya sudahlah, nasi kan terlanjur jadi bubur. Akhirnya sekarang aku belajar buat legowo dan nggak segala omongan orang yg nggak enak langsung dimasukin hati. Hehe.
Terima kasih atas kesempatannya ya, kak. :)
Kalau ngalamin cinta sebelah pihak.
Ketika naksir cowok, aku hanya bisa menyukai dalam diam tanpa berani mengutarakan perasaanku, dan yg membuat tertekan adalah ketika cowok itu malah suka sama cewek lain, nyesek banget kan?!
Ada jg kasusnya kalau ada cowok yg suka aku tapi aku-nya nggak sreg, lah aku kan lagi naksir cowok yg lain! :D
Kadang perhatian cowok ini malah menggangguku, dan membuat aku merasa tidak nyaman dan pada akhirnya membuat aku merasa tertekan.
Twitter: @nunaalia
Link share: https://twitter.com/nunaalia/status/720826640591245316
Sebenarnya persaingan nilai ini ga begitu saya rasakan ketika saya duduk di bangku SMP hingga SMA. Mungkin karena kami beda kelas jadi kalau misalnya dia dapat nilai baik itu tidak akan mengganggu saya. Karena persaingan di dalam kelas dengan murid2 yang lain pasti berbeda antara satu kelas dan kelas yang lainnya. Tapi ketika mulai duduk di bangku kuliah, saya mulai merasakan persaingan nilai itu secara lebih dalam lagi. Karena berbeda dari waktu SMP-SMA yang kami ga pernah sekelas, kalau di kuliah kan bebas atur jadwal dan kelasnya. Karena kami selalu mengatur jadwal samaan dan berada d kelas yang sama aura persaingan itu mulai terasa. Hal yang paling saya takuti dan cenerung saya tidak sukai adalah pandangan orang2 tentang anak kembar. Anak kembar mukanya mirip, kelakuannya mirip, hobinya sama, bahkan bagi mereka tingkat kepintaran dan nilai pun pasti sama. Pandangan tentang nilai harus sama itulah yang bikin saya tertekan. Iya saya akui, adik kembar saya jauh lebih baik dalam hal pelajaran, berbeda dengan saya yang biasa2 aja pelajarannya. Tapi karena pandangan dari orang tentang nilai pasti sama itu membuat saya takut. Takut melihat nilai saya kalau berada jauh d belakang adik saya. Kata2 yang selalu terucap oleh mereka ketika pembagian hasil ujian lah yang paling saya takuti. Ketika saya mendapat nilai yang dibawah adik saya pasti mereka mengatakan 'Ini kembar aja nilainya beda ya'. Lalu saya merasa pandangan mereka langsung jatuh buat saya. Mereka hanya memandang baik untuk adik saya. Karena nilai adik saya lebih tinggi pasti mereka menganggap dia lebih baik dari saya.
Padahal engga semuanya tentang kembar itu harus identik dengan kata sama kan? Kembar itu yang sama mukanya doang. Buat yang lainnya kami berbeda. Bahkan ada juga kan kembar yng ga identik? Tapi judge yang mereka berikan itu menakutkan. Saya takut saya dipandang jauh lebih buruk dari adik saya karena masalah nilai ini.
Hal itulah yang paling membuat saya takut. Apalagi minggu pertama habis uts waktu pembagian hasil dan pada saat melihat hasil IPK. Saya takut mendengar kata2 yg mereka katakan itu.
Twitter: @jacilpo
https://twitter.com/jacilpo/status/720835305385820160
1. Pelajaran. Saat materi yang diajarkan itu masih asing, sedangkan guru menjelaskan seolah-olah kita sudah mengerti, cepat dan hanya selewat. Bahkan ada yang ngga menjelaskan sama sekali, hanya memberi tugas, suruh belajar sendiri (maklumlah kurtilas). Selain itu, soal tes yang diberikan juga sulit. Terkadang apa yang tidak kita pelajari, malah muncul di soal. Ulangan dadakan, tes lisan dadakan, banyak tugas. Semua hal tersebut dapat menjadi tekanan bagi para muridnya (termasuk saya).
2. Guru. Ada guru yang mengajar seperti yang saya sebutkan diatas(^) tapi bahkan ada yang lebih parah lagi. Jadi guru tersebut sengaja 'menekan' murid-muridnya yang dia anggap punya kekurangan. Seperti; jika yang bertanya orang pintar, guru tersebut akan menjelaskan dengan senang hati. Sedangkan jika yang bertanya anak dengan nilai standar, guru itu akan menjawab "masa begitu saja gak ngerti?". Hal tersebut membuat saya ragu untuk bertanya, berekspresi di kelas, karena takut ada 'kesalahan' ataupun 'kekurangan' yang dilihat oleh guru-guru tersebut.
3. Nilai. Orang tua saya tidak pernah menuntut untuk mendapatkan nilai besar, namun saat pembagian hasil ulangan, saya pasti akan merasa minder jika nilai saya yang terbawah, atau harus remed lagi, remed lagi. Karena sejujurnya, saya juga ingin meraih nilai tinggi untuk masuk universitas.
4. Teman. Kalau guru sih, masih mendinglah karena gak setiap hari ketemu. Lah kalau teman? Sebenarnya, saya kurang peduli dengan apa perkataan atau pendapat orang lain tentang diri saya. Tapi kalau mereka ngomongin di belakang, ya kan ga enak juga. Biasanya mereka akan mempermasalahkan tentang kesalahan, seperti; saat ulangan saya gak solid, dan lain-lain. Ujungnya, mereka menjauhi saya. Hal-hal seperti itu juga dapat membuat saya merasa tidak nyaman di sekolah. Sudah mah pelajarannya susah, gurunya seperti itu, harus mengejar nilai, teman-teman memojokkan. Duh, ga ngerti lagi deh U.U
@anandanf07 / https://twitter.com/anandanf07/status/719280496522371072
-Hal pertama yang membuatku terkadang tertekan adalah beberapa kali aku harus tidak menjadi diriku sendiri agar tidak mendapatkan komentar ini itu dari teman-teman. Karena sesuatu yang nyentrik namun aneh bagi mereka seringkali menimbulkan olok-olok. Lalu menurutku sekarang jika tidak ingin dianggap anak yang biasa-biasa saja, selalu harus tampak ceria, pintar membuat lelocon sekalipun harus mengorbankan teman sebagai bahan leluconnya, menjadi 'trendsetter' gaya baru di sekolah, ditakutin adik kelas, dan sebagainya. Memang aneh ya jadi murid yang biasa aja?
-Tipikal guru. Aku bukan anak yang pintar mencari-cari perhatian guru. Tapi terkadang itu yang jadi masalahnya. Setelah bertahun-tahun belajar di sekolah aku sudah menyadari bahwa guru itu rata-rata hanya mengenal dua tipe murid, yaitu yang paling nakal dan yang paling pintar. Sedangkan aku? Tidak masuk di keduanya. Aku hanya anak pendiam yang banyak mengamati walaupun sesekali berkomentar. Tapi sekalinya berkomentar, aku malah tidak ditanggapi.
Alhasil terkadang beberapa murid banyak yang secara tidak langsung terabaikan oleh gurunya. Lalu enggak sedikit juga kedekatan antara murid dan guru membuat guru tersebut memberi nilai lebih bagi mereka. Sangat tidak adil.
-Nilai. Aku pun bukan anak yang terlalu pintar serta tak punya banyak prestasi. Walaupun orang tuaku tidak menuntut lebih terhadap hal ini, tapi siapa sih anak yang tidak mau membanggakan orang tuanya? Lagipula sekarang ntah mengapa kasta seorang keluarga mulai dilihat dari 'dimana universitas anak dalam keluarga itu sekolah' yang menurutku itu hanya tuntutan kepuasan orang sekitar saja untuk membangga-banggakan anak mereka.
Terlepas dari hal tersebut, aku belajar untuk menerima semua pelajaran sekolah, berusaha untuk mengerti walau kapasitas otakku sepertinya tak memungkinkan. Saat jam pelajaran, aku bukan anak yang aktif yang suka bertanya ini itu. Aku lebih suka mencatat hal yang kurang jelas lalu menanyakannya dengan teman. Namun menurut guru, diamnya murid itu diartikan menjadi dua hal; mengerti pelajaran yang ia berikan ataupun hanya sekadar pura-pura mengerti. Sekalinya bertanya, guruku terkadang sedikit naik pitam x)
Dan yang paling sedih itu saat ujian. Anak tidak aktif sepertiku saat mendapat nilai 'lumayan' saat ulangan malah menimbulkan kecurigaan guru dan teman-teman yang lain. Aku terkadang suka tertawa miris menghadapi hal ini. Padahal sudah berusaha keras untuk belajar, subuh pun sudah mengulang kembali pelajaran yang akan diulangankan. Namun saat mendapat hasil yang seharusnya sepadan dengan usahanya malah dicurigai oleh sekitar karena masalahnya satu; aku kurang aktif dalam pelajaran tersebut. Miris, miris sekali.
-Terkadang kekurangan waktu luang untuk diri sendiri pun membuatku tertekan. Terlalu sibuk dalam belajar, merah nilai yang baik, malah melupakan waktu untuk diriku sendiri. Sekalinya menikmati waktu 'me time' malah dianggap suka sendiri dan cenderung antisosial. Lidah memang tak bertulang namun lidah mampu sekali menusuk hati dengan kalimat yang dilontarkan oleh pemiliknya.
Lalu untukku dan teman-teman yang lain, yang tidak mudah bergaul dan suka diam terkadang menjadi bahan lelucon. Seakan kutipan "diam adalah emas" sudah tak berlaku lagi di zaman sekarang.
-Teman. Teman terkadang menjadi tekanan besar bagi beberapa anak,walaupun itu tidak terjadi padaku. Biasanya banyak anak yang tertekan karena memiliki teman-teman yang tidak gaul sehingga ia ikut dipandang rendah oleh kakak/adik kelasnya, lalu beberapa anak pula suka minder melihat teman yang lain sudah tampak lebih dewasa dan berubah daripada dulu sedangkan ia tidak.
Masa sekolah memang memberikan manis-asam-asin-pahit dalam hidup. Karenanya seberat apapun tekanan, aku terima dengan ikhlas semua itu sebagai pembelajaran dalam hidup (:
@bungaoktober_
https://twitter.com/bungaoktober_/status/719813427842027520
"Di dalam lingkungan sekolah atau kuliah, apa yang sering kali membuat kalian tertekan?"
...... saya menunda-nunda menjawab pertanyaan ini. Gimana, ya. Menjawabnya membawa ketakutan sendiri dalam benak saya. Bagi sebagain orang mungkin bukan hal besar, tapi bagi saya.... fuuuh.
Tapi nggak mungkin saya menunda-nunda lagi sebab sebentar lagi giveaway ini berakhir.
Baiklah. Jadi, hal yang sering kali membuat saya tertekan belakangan ini adalah perihal kelulusan. Perihal tugas akhir saya yang penelitiannya belum juga selesai, tulisannya belum juga diterima dosen, dan ujian komprehensif yang masih juga gagal ketika saya ikuti. Ditambah fakta satu demi satu teman-teman saya mulai dinyatakan lulus. Ditambah lagi sidang-sidang terbuka yang saya saksikan....
Begitu saya pulang dan seorang diri dan hening, semua itu memenuhi pikiran saya. Bukannya saya nggak bahagia teman-teman saya lulus, bukan. Bukan pula saya iri sama teman-teman saya yang memilih topik begitu saja, bukan. Saya tahu ini semua konsekuensi idealisme saya yang kelewatan. Namun, pertanyaan "kapan" yang sering terlontar dari mulut-mulut orang itu..... membuat ini semua jadi lebih berat dari yang seharusnya.
Apalagi ketika saya mulai melihat adik-adik angkatan saya pun mengerjakan tugas akhir.
Atau ketika melihat teman-teman SMA saya yang sudah lulus dan telah menjadi 'seseorang' di luar sana.
Atau orang-orang lain seusia saya yang ... sudah menghasilkan sesuatu.
Rasanya kepala saya mau meledak.
Namun, di balik tekanan yang saya terima dari itu semua, yang paling sering membuat saya tertekan sejak masa-masa kuliah ini justru satu hal, teman.
Saya merasakan hubungan pertemanan yang sangat berbeda dengan ketika masa-masa saya SMA. Di masa kuliah ini, meski saya mengenal cukup banyak orang, nggak ada satu pun yang bisa saya kategorikan sahabat. Bahkan teman-teman yang dulu sempat dekat sama saya dan hendak saya golongan sebagai sahabat, dua tahun belakangan ini pergi meningalkan saya.
Sukses sudah saya nggak punya teman dekat di masa kuliah ini.
Fakta ini sering membuat saya down sendiri. Menangis malam-malam. Mencoba menghibur hati dengan buku-buku yang makin banyak saya beli. Mencoba mengobrol dengan orang-orang lain di luar lingkungan kuliah saya. Mencoba ikut kegiatan ini-itu. Atau mencoba fokus pada tugas akhir saya di setahun belakangan ini.
Sayangnya, saya rasa pilihan terakhir yang saya baca di bulan-bulan ini sedang menyerang saya dengan sangat brutal. Seperti yang saya bilang di atas sana.
Saya sadar di usia saya atau kalau kata orang 20 tahunan, faktanya adalah memang susah memiliki teman. Tapi, saya menerima fakta ini sebelum saya berusia 20 tahun. Saya belum cukup dewasa. Sekarang pun belum.
Saya sudah mencoba menerima fakta ini. Mengikhlaskan. Namun, selalu ada masa-masa 'kesendirian' ini merenggut segala kebahagiaan dalam hidup saya. Apalagi ketika saya menyaksikan teman-teman saya bersama sahabat-sahabat mereka di prosesi yudisium....
...... mungkinkan nanti ketika saatnya saya berdiri seperti di posisi mereka, menyelesaikan ujian pendadaran atau prosesi wisuda, tidak ada yang hadir memberikan selamat?
1.)Sekolah dan Guru
Coba deh bayangkan kamu pergi ke sekolah yang nggak kamu inginkan .Apa masih ada semangat untuk belajar ? Walaupun ada pasti dengan terpaksa . Kamu cuma akan mengharapkan hari cepat berakhir dan pulang kerumah lalu ingin segera lulus.Pasti ada rasa yang membebani dalam hati ,merasa tertekan berada ditempat yang tidak kamu inginkan . Ditambah lagi gurunya .Nggak semua guru itu guru sungguhan .Maksudku Guru yang benar benar guru ,mereka yang mendidik dan mengajar dengan tulus bukan mereka yang mengajar lalu membiarkan muridnya sibuk sendiri dengan ponselnya membalas chat bbm ,yang memberi nilai karena kecantikan siswanya ,guru yang memberi nilai sama disemua murid *males ngajar * ,guru yang pilih kasih pada muridnya .Padahal guru harusnya netral ,tidak boleh memberikan kasih berlebihan dan menilai secara objektif .karena kadang aku merasa percuma belajar sungguh tapi guru pengampunya kasih nilai seenak jidat .
2.)Teman
Teman punya pengaruh besar dalam lingkungan sekolah .Sekolah bisa menjadi surga saat kamu punya teman teman yang baik dan sekolah bukanlah sekolah saat teman temanmu jahat .Selalu ada seseorang yang bossy ,grup / genk /blok yang merasa berkuasa atau bahkan pengelompokkan kasta .anak kaya kumpul dengan kaya ,anak cupu disisihkan dsb ,dan jangan lupakan soal Bullying . Betapa sekolah terasa sangat menguras perasaan dengan adanya hal semacam itu .Hal hal semacam itu sangat mengganggu dalam proses belajar .Kita pasti ingin memiliki teman meskipun hanya satu asal selalu berada disisi kita .Dimana - mana sengkuni *tokoh pewayangan yang jahat * itu pasti ada ,mereka yang menjahati kita ,mengomentari hidup kita ,membuat kita buruk dimata orang lain ,membuat kita tidak punya teman ,yang paling ekstrim menghina kedua orang tua .Sekolah itu penting ,tapi teman bagiku juga hal yang penting .Aku butuh mereka untuk membantuku bangun saat aku jatuh .
3.)Labeling
Aku sebenarnya nggak pintar pintar amat , dan bukan murid yang paling pintar seantero sekolah meski aku dulu pernah diikutkan lomba sana sini .karena orang - orang sudah memberiku label orang yang pandai , hal itu merupakan beban bagiku .Secara nggak langsung aku dituntut untuk menjadi apa yang diekspektasikan mereka padahal aku nggak sehebat itu kok .Aku baru juara 2 olimpiade tingkat kabupaten bukan tingkat dunia .Bukan pencapaian yang besar .Jadi tidak usah dilebih lebihkan .Apalagi orang tuaku langsung ngomongin hal itu keteman - temannya dan itu membuatku malu sekali .Karena yang kutakutkan aku nggak bisa selamanya seperti itu ,aku takut nanti ada orang lain yang lebih unggul dariku ,aku takut nggak bisa mempertahankan posisiku dan malah membuat kecewa mereka .
4.)Orang tua .
Dulu orang tuaku menuntutku untung selalu ranking .aku berusaha dan bertahan pada posisiku . Sekolah itu soal persaingan jadi aku bersaing karena kalau nggak ranking orang tua pasti kecewa dan aku akan lebih kecewa pada diriku jika aku mengecewakan mereka .Yang sulit itu mempertahankan .Suatu saat yang lebih kuat akan muncul dan menyusulmu .
Dulu aku merasa orang tuaku itu egois sekali ,mereka menuntutku jadi orang yang seperti ini padahal aku nggak pernah menuntut mereka menjadi orang lain .Aku tau maksud mereka (orang tua ) adalah mememberikan sayap ,tapi mereka nggak pernah tau bahwa perlahan mereka mematahkan kakiku .Jangan hanya melihat peringkat yang kubawa pulang tapi lihatlah bagaimana perasaanku . Apalagi setiap anak punya kemampuannya masing masing. Peringkat disekolah bukanlah patokan yang pasti .
Nama : Daisy S
Twitter : @daisy_skys
https://twitter.com/Daisy_skys/status/720827399269560320
Link Share : https://twitter.com/dairezuki/status/721310307151286272
Di dalam lingkungan sekolah atau kuliah, apa yang sering kali membuat kalian tertekan?
Semua orang, entah itu teman ataupun guru yang berada di sekolah itu. Dulu ketika aku SD dan SMP, aku di masukkan ke dalam sekolah full day. Kebetulan aku bersekolah di SD dan SMP yang masih satu lingkungan. Ayahku memasukkan aku ke sekolah dengan sistem seharian penuh itu karena ia tak mau meninggalkan-ku sendiri hanya dengan pembantu rumah tangga. Ibuku meninggal dunia ketika aku berumur 5 tahun karena penyakit yang di deritanya. Aku merupakan anak yang sangat pendiam, tertutup, anti-sosial, apatis bahkan beberapa teman-temanku menganggap aku orang yang aneh dan mengerikan. Guru-guru di sana pun tidak ada yang ingin mengajak-ku berbicara padahal aku hanya takut untuk memulai, memulai percakapan dengan teman-temanku ataupun guruku. Mereka seakan menjauhi-ku, menganggap ku tak ada. Apabila ada tugas kelompok, aku selalu tidak kebagian kelompok dan harus mengerjakan secara individu. Hal ini aku lewatkan selama 9 tahun.
Mungkin semenjak kematian salah satu malaikat yang ku miliki di hidup ini, aku menjadi anak yang introvert. Aku tak pernah berbicara, tak pernah pergi ke kantin ataupun keluar dari kelasku kecuali ke kamar mandi. Aku terlalu takut untuk melangkah keluar hingga ayahku yang menjemputku di kelas. Selain menjauhiku, teman-temanku juga selalu mengerjaiku, membully dan tidak segan-segan memukulku. Namun setiap aku membalas perbuatan keji mereka, aku yang akan terkena marah oleh guru dan mendapatkan hukuman. Aku juga pernah di tuduh mengambil uang temanku, padahal aku tidak mengambilnya. Guruku menjewerku dan menyuruhku untuk mengaku. Kalau aku tidak mengaku, mereka akan memanggil ayahku ke sekolah. Namun belum sempat aku mengaku, ternyata uang temanku itu ada di dalam tasnya.
Semakin lama aku semakin tertutup, aku tidak ingin berbicara kepada siapapun. Ada perasaan untuk membalas perlakuan mereka dengan berbagai prestasi yang dapat aku raih. Aku menjadi juara umum di sekolah itu, aku juga menang beberapa lomba dalam menulis sebuh cerpen ataupun puisi. Aku kira keadaan akan membaik, namun nyatanya tidak. Para guru mungkin sudah memperlakukan-ku lebih manusiawi tapi teman-temanku tetap saja memperlakukanku layaknya sebuah hewan. Salah satu dari mereka pernah membuatku menangis hingga menjerit. Untuk pertama kalinya aku sangat takut dengan perlakuan mereka padaku, seekor bangkai tikus di letakkan di dalam sebuah bungkusan kado yang cantik, dengan ucapan bahwa aku tak lebih berharga dari tikus mati itu. Aku ingat kejadian itu saat aku kelas 1 SMP. Dan pada saat kejadian itu, aku sedang berulang tahun. Ulang tahun yang menyakitkan. Aku pernah berpikir untuk bunuh diri karena tekanan yang ku terima semakin lama semakin keterlaluan. Aku tidak bisa mengadu kepada ayahku, karena aku takut jika ayah akan sedih.
Namun, menurutku. Tekanan yang terjadi dalam hidupku mampu membuatku menjadi sosok yang lebih teguh, kuat, bisa menyelesaikan masalah dengan baik, tegar dan dewasa. Dengan banyak tekanan di hidupku, tekanan itu akan memantulkanku hingga ke langit, mendahului mereka-mereka yang suka menekan hidup orang lain, namun tetap berada jauh di belakang :)
Sekian, terima kasih:3 maaf kalau kesannya curhat tapi yaaa gitu lah wehehe 😭
Nama akun: Kejora Anaphalisia
Link: https://twitter.com/Anaphalisia/status/721334724992471041
Akun twitter: @womomfey
Link share: https://twitter.com/WoMomFey/status/721437871215812608
Sebenernya bisa dibilang aku termasuk anak yang menikmati masa-masa sekolahku. Bukan berarti masa sekolahku selalu menyenangkan dan bertabur keriaan loh! Tapi aku memang berusaha menikmati masa-masa yang kuyakini memang tak kan pernah terulang lagi dalam hidupku. Karena itu akan coba share satu hal yang sempat menggangguku semasa sekolah (meskipun hal ini memang tidak sampai membuatku jadi tertekan sih!):
>>Harus masuk jurusan yang diinginkan sekolah & orang tuaku
Ternyata menjadi salah satu murid berprestasi di sekolah gak bikin aku lepas dari tekanan sama sekali loh! Karena nilai-nilaiku dianggap cukup cemerlang, kepala sekolah memintaku untuk mengambil jurusan IPA saat kelas 3 SMU nanti. Tentu saja tawaran itu langsung segera kutolak dengan halus sambil mengemukakan opiniku: "Maaf ya Pak, meski nilai saya cukup baik, saya sama sekali gak suka sama pelajaran hitung2an dan untuk mata pelajaran jurusan IPA saya hanya menyukai Biologi, jadi buat saya adalah hal yang aneh jika saya memaksakan masuk jurusan itu dengan resiko merasa tersiksa selama setahun oleh pelajaran-pelajaran yang tidak ingin saya tekuni. Lebih baik Bapak tawarkan saja kursi jurusan IPA ke teman-teman saya yang lain yang memang banyak sekali kepengen masuk jurusan favorite itu". Meskipun sang Kepala Sekolah saat itu terkejut bukan main dengan penolakanku (karena rata-rata murid di sekolahku dulu berebut banget pengen masuk jurusan IPA) dan sempat berusaha meyakinkanku dengan tawarannya, toh akhirnya beliau berbesar hati menerima keputusanku.
Nah, lain halnya dengan orang tuaku yang memang sejak awal tau banget kalau aku gak bakalan mau masuk jurusan IPA karena alasan-alasan yang sama yang kukemukakan kepada Kepsek. Mereka menginginkanku masuk ke jurusan IPS saat kelas III. Padahal mereka tau banget kalau aku ingin sekali masuk ke jurusan Bahasa. Memang sih, kelas Bahasa di sekolahku dulu selalu dipandang sebelah mata dan anak-anaknya dianggap sebagai anak-anak buangan, tapi hal ini tidak lantas membuatku jadi antipati dengan jurusan Bahasa. Aku sudah sangat paham keinginanku akan belajar bahasa asing sudah begitu menggebu-gebu.
Akhirnya setelah perdebatan yang cukup alot dan panjang dengan kedua orang tuaku, aku pun mengalah. Eits! Tapi bukan Kitty namanya kalau akan nurut begitu saja. Sebagai kompensasinya, aku minta mereka memberikanku kebebasan mutlak saat harus memilih jurusan yang akan kuambil saat kuliah nanti. Dan ya... mereka pun menyanggupi persyaratan yang kuajukan ini. Jadi pas kelas 3 SMU aku pun masuk jurusan IPS dan pada akhir tahun ajaran itu aku berhasil lulus dengan nilai terbaik, bahkan menjadi JUARA UMUM untuk angkatanku saat itu. Tentu saja ketika kuliah pun aku bebas memilih jurusan yang sesuai dengan kata hatiku: Sastra Prancis di sebuah Perguruan Tinggi Negeri di Depok (karena sebagai anak cewe satu-satunya aku diminta tidak kuliah di luar kota).
Link share tweet : https://twitter.com/Agatha_AVM/status/721641880874692609
Mungkin kalau baca tentang hal yang membuatku tertekan bahkan ketakutan pada waktu kuliah akan merasa heran banget. Aku ini tergolong anak yang posesif dan susah untuk membaur bersama teman-teman lainnya. Aku merasa rendah diri dan memikirkan apakah aku ini cocok dengan bahan pembicaraan mereka. Selama ini kalau bisa dibilang sih aku cuman bisa bantu ngajarin kalau misalnya ada yang kesulitan dengan salah satu mata kuliah, cara tersebut juga merupakan salah satu cara aku mendekati teman-temanku. Aku juga orang yang moody dan harus mendapatkan sesuatu yang aku dapatkan karena kalau nggak aku nggak bakalan bisa tidur. Yang paling bikin aku tertekan adalah sewaktu presentasi seorang diri di depan kelas. Ada 2 mata kuliah yang harus aku ulang berkaitan dengan public speaking. Anehnya, saat aku akan presentasi tiba-tiba badanku lemas dan kepalaku pusing banget dan berputar begitu karena dalam pikiranku aku pasti akan dicecar abis-abisan oleh dosen dan teman-teman bahkan sempat aku harus memegang meja agar tidak terjatuh. Tapi, kalau untuk mengajar dan berbicara di depan umum aku bisa bersikap santai meskipun tetap masih deg-degan. Hanya sewaktu presentasi di depan teman-teman dan dosen, kemungkinan sih karena menggunakan bahasa inggris jadi tingkat pedeku menurun hingga 10%. Tidak ada yang bisa disesali. Aku masih berusaha mengatasinya. Target mengurangi underpressure sampai 50%.
Link Share: https://twitter.com/ratnaShinju2chi/status/721645396632543232
Di dalam lingkungan sekolah atau kuliah, apa yang sering kali membuat kalian tertekan?
Pas mas sekolah dulu, lingkungan yang membuatku tertekan adalah pem-bully-an.
Siapa yang tidak tertekan jika di sekolah selalu saja di-bully? Padahal kala itu masih sekolah dasar, tapi pem-bully-an sudah ada. Sungguh itu membuatku rasanya ingin keluar sekolah. Setiap hari mereka membuat ulah kalau tidak mempengaruhi semua teman agar tak ada yang berteman denganku.
Inilah salah satu hal yang kemudian membuatku sedikit trauma. Tapi untungnya memasukia Mts dan MA, karena memang sudah tak lagi satu sekolah dengan orang itu, aku cukup lega.
Hanya saja aku kembali cukup tertekan itu ketika memasuki kuliah. Aku memang kuliah sambil kerja. Dan inilah masalahnya, Bosku suka ricuh kalau aku mau kuliah. Aku serba salah, pengen keluar tak boleh, nggak keluar suka berbicara memekikkan telinga. Hanya bisa mengurut dada. Yah, namanya juga ikut orang. Dan jujur karena memang butuh dana buat kuliah, aku mencoba bertahan. Untung semua bisa terlewati.
https://twitter.com/APradianita/status/721707003496648704
Masalah-masalah waktu kuliah yang sering kali membuat saya tertekan:
1. Dosen selalu benar.
Semua mahasiswa pasti sudah merasakannya, kekuatan maha agung seorang dosen. Dosen selalu benar, belum lagi wanita juga selalu benar. Jadi jika dosennya seorang wanita, kamu phpin pasrah aja. Mencari nilai di masa – masa kuliah tidak semudah di masa sekolah, dimana dalam menempuh mata kuliah kita harus menjaga nama baik kita dihadapan dosen, karena jika sekali saja dosen badmood sama kamu, meskipun kamu pinter, siap – siap aja ngulang semester depan. Kadang kita suka kesel, datang tepat waktu, dosennya malah datang di waktu yang tepat. Buat tugas banyak – banyak, taunya gak di kumpul. Wahai dosen – dosen yang ngeselin, hamba mohon bukalah sedikit daleman hati nurani kalian…..
2. Senioritas.
Mungkin di beberapa Universitas, masih saja ada yang nerapin tradisi senioritas / perploncoan ini. Apa itu senioritas ? Menurut saya, senioritas itu adalah tindakan untuk membuat jarak antara senior dengan junior, dimana junior ini di perdaya oleh para senior. Sedangkan menurut beberapa sumber, senioritas merupakan penekanan kakak kelas buat adik kelasnya, ada juga yang bilang kalau senioritas itu merupakan tindakan kakak kelas yang gila hormat ke adik kelasnya, dan mengakibatkan terjadinya penindasan atau kekerasan. Biasanya target para senior adalah para mahasiswa baru yang songongnya kebangetan. Senioritas dilakukan dengan cara yang tidak wajar, bahkan hingga memakan korban. Harusnya kita sebagai mahasiswa, atau orang dengan intelektualitas tinggi, memiliki pemikiran untuk tidak melakukan pembodohan semacam itu. Semua manusia itu sederajat, sama di mata Tuhan, untuk apa ditindas ? agar disiplin ? yang ada mereka akan selalu ingat penindasan yang kalian lakukan, maka timbulah dendam pada diri mereka. Banyak orang beranggapan bahwa jadi senior harus galak dan kejam supaya disegani oleh para juniornya. Harusnya senior jadi panutan atau contoh yang baik untuk juniornya, jika senior berlaku baik dan wajar, maka para junior akan merasa hormat dan segan dengan sendirinya. Begitu pula sebaliknya, jika ada masalah sebaiknya diselesaikan dengan baik – baik tanpa kekerasan, meskipun kamu ngegym badan keker, otaknya di pake juga dong sekali – sekali. Siapa tau kan jodoh kalian nantinya senior/junior di kampus.
3. Bentrok antar fakultas.
Ternyata setelah kita menjadi mahasiswa, kita menyadari bahwa tidak semua civitas bisa akur dalam satu kampus, selalu terjadi pengkotak – kotakan golongan, contohnya satu fakultas belum tentu akur dengan fakultas lain. Biasanya saat dies natalis, akan kelihatan fakultas mana yang paling suka bikin rusuh, atau fakultas mana yang selalu jadi korban bullying fakultas lain. Harusnya kita sebagai mahasiswa, menyadari perbedaan bukanlah pemicu untuk menimbulkan perpecahan. Dengan perbedaan, kita semestinya bisa menghargai satu sama lain, seperti yang tercantum dalam kitab Sutasoma “Bhinneka Tunggal Ika”, meski berbeda – beda tetapi tetap satu. Stop bentrok/tawuran, mari kita eratkan tali persaudaraan. Pret.
4. Stress nyusun KRS.
Selanjutnya kegiatan paling menjengkelkan setiap awal semester, yaitu nyusun KRS (Kartu Rencana Study) dimana kita sebagai mahasiswa dituntut untuk jadi mandiri, oleh karena itu jadwal perkuliahan kita yang nyusun sendiri. Kedengarannya asik sih, pas ngebayangin kuliah jam berapa pulang jam berapa, enak ya bisa ngatur gitu, gak kayak di sekolah. Eh ternyata pas sudah harinya, gak sesuai ekspetasi. Bagi yang KRS-an online / offline dengan bantuan sistem informasi di kampus pasti merasakan betapa susahnya untuk LOGIN, belum lagi server macet, kelas yang diminati habis, jadwal tabrakan.. Setelah KRS tersusun dan divalidasi, masalah baru muncul lagi, dosennya ngeselin.
Link share : https://twitter.com/YeyenNursyipa/status/721724769679187968
Di dalam lingkungan sekolah atau kuliah, apa yang sering kali membuat kalian tertekan?
Tugas sama presentasi yang deadlinenya bentrok. Berasa kesel sendiri kalo bentrok kaya gitu tuh, disisi lain pengen ngerjain tugas bener-bener tapi disisi lain mesti nyiapin materi buat presentasi. Dan paling keselnya lagi kalo dosen keduanya killer abis. Beuh.. makin tertekan.
GFC: Biondy
Yang paling membuat tertekan itu kalau waktunya ujian. Apalagi ujian akhir kayak UN atau skripsi. Dulu waktu kelas XII, angkatanku yang pertama merasakan UN 6 mata pelajaran. Sampai stres belajarnya.
Waktu skripsi juga gitu. Pusing buatnya. Apalagi sampai harus tambah semester buat menyelesaikan proyek yang dibuat.
Untungnya semua bisa selesai dengan baik. Jadi belajar kalau segala sesuatu itu kadang terlihat lebih menakutkan dari yang sebenarnya :)
Hai, Kak. Izin ikutan ya!
Sedikit curhat nih kak. Tapi kalau dipikir pikir pemikiranku kontras dengan amanda, ya.
Tekanan bersekolah terbesar aku rasain waktu berada di titik jenuh belajar. Aku pernah mengalami waktu itu. Nilai, prestasi semua merosot. Anjlok! Ditambah lagi dengan komenan orang tua, guru, yang selalu menanyakan sebab nilaiku menurun. Aku tau, mungkin mereka berpikir ketika menyindirku seperti itu bisa menambah semangat belajarku. Salah. Aku malah merasa tersudut semakin ke dalam, hingga susah ingin keluar.
Nah saat itu juga banyak yang membandingkan dengan diriku yang lama. Tidak hanya orang tuaku, aku pun begitu. Singkatnya, karena perjalanan sekolah lamaku sangat mulus. Daripada dibandingin dengan orang lain, membandingkan dengan diri sendiri jauh lebih sakit. Aku dulu bisa, masa sekarang engga? Aku tau, itu sama saja aku menekan diri sendiri.
Tetapi pada akhirnya tekanan itu menjadi tekanan lain yang membuat aku perlahan kembali ke tempat semula.
Sekarang beda lagi tekanan yang harus aku hadapi. Rivalku sekarang setuju bahwa nilai lebih dihargai daripada kejujuran. Iya, dia terlalu mementingkan nilainya. Gak semua hal dia bisa seperti itu, memang. Tapi tetap saja, rasa gak adil itu menekanku. Tidak jarang aku menyerah begitu saja, tetapi sering juga mendadak merasa semangat melangkahinya.
Oke terimakasih, Kak.
Cuma bisa bilang... Kamu harus mencintai diri kamu dulu. Setelah itu, saya yakin semuanya bakal baik-baik aja... :')
Bahkan saya suka merasa tema skripsi saya jelek banget. Judulnya aja buat orang ketawa. Tapi syukurlah, saya meyakinkan diri sendiri bahwa saya nggak seburuk itu. Jadi, semangat! Heaven knows your existence!
Cintailah diri kamu, Wardah. Yuk semangat ngerjain tugas akhirnya.
Pada akhirnya saya dapet nilai sangat memuaskan untuk skripsi. Katanya meski temanya berlingkup kecil, tapi saya menganalisisnya dengan mendalam. Malah teman-teman saya yang temanya keren banget, ada yang dapet C- bahkan mengulang saat sidang. Makanya, nggak boleh patah semangat! Fight!
Gue juga pernah ngerasain ada di posisinya Amanda.
Gue sering dapet nilai bagus walau ga belajar.Hasilnya, ada orangorang baik yang mengapresiasi hal itu, dan mintain trik trik pinter tanpa belajar.Dan ada juga orang orang yg penuh iri dengki yang bisanya cuma bilang"Ih sombong""Nilai gitu doang bangga""Sok pinter""palingan hasil nyontek"
dan omongan gitu bikin gue jadi down.gue berusaha buatnyalah-nyalahin jawaban gue tiap ada ulangan biar nilai gue rendah.Semua itu gue lakuin dem temen temen gue yang bikin gue jadi insecure.